Kab BantulNews

Warga Geruduk Pabrik Peleburan Alumunium Di Piyungan

0

Meski masih memiliki waktu hingga 6 Oktober mendatang untuk mengurus izin, keberadaan industri peleburan aluminium yang ada di kawasan Dusun Banyakan II, Desa Srimulyo, Piyungan sudah dipastikan ditolak warga.

Hal itu terbukti dari aksi puluhan warga RT 01-03 Dusun Banyakan II yang bersama-sama mendatangi lokasi pabrik peleburan itu, Senin (7/9/2015) siang.

Joko Wiyono, salah satu warga mengakui, aksinya bersama warga itu merupakan puncak kekesalannya atas keberadaan pabrik peleburan yang dinilainya merugikan itu. Terlebih, setelah lima tahun beroperasi, belakangan warga baru mengetahui jika pabrik tersebut ternyata belum mengantongi izin usaha.

Warga RT 03 itu menegaskan, selama ini sama sekali tak ada upaya pendekatan apapun dari pihak pemilik pabrik terhadap warga. Adapun terkait dengan tanda tangan 4 orang warga sekitar pabrik yang dipakai oleh pihak pengelola sebagai syarat pengajuan izin, menurutnya tak cukup merepresentasikan aspirasi warga.

“Bahkan ini, Pak Sukaemi, salah satu orang yang menandatangani surat pernyataan itu, dengan tegas mencabut tanda tangannya,” tegas Joko saat ditemui usai penyampaian pendapat warga di pendopo Balai Desa Srimulyo, Senin (7/9/2015).

Selain itu, ia pun menilai pihak pengelola tak pernah ada itikad untuk menjalin hunungan baik dengan warga sekitar. Alih-alih melakukan pendekatan, pemberian kompensasi dalam bentuk apapun diakuinya sama sekali tak pernah dilakukan oleh pihak pengelola. Bahkan, pihak pengelola pun selama ini justru memanfaatkan aliran listrik milik warga.

Ia mengaku, pihak pengelola sebenarnya diberikan kesempatan oleh pemerintah kabupaten (pemkab) Bantul untuk mengurus izin hingga 6 Oktober. Hal itu tertuang dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh pihak pengelola saat dipanggil oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bantul pada 6 Juli 2015 lalu.

Dalam surat pernyataan itu, pihak pengelola memang bersedia untuk mengurus izin gangguan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Bantul Nomor 09 Tahun 2014 tentang Izin Gangguan (HO).

Untuk itu, pihak Satpol PP memberikan kesempatan pihak pengelola untuk beroperasi setidaknya hingga 6 Oktober, itu pun dengan syarat harus memperhatikan pengelolaan limbah asap hasil pembakarannya.

Pihak pengelola dilarang keras menghasilkan bahan beracun dan berbahaya (B3) saat melakukan proses peleburan. Selain itu, mereka juga diharuskan menggunakan cerobong asap serta wajib melakukan uji baku mutu ke instansi terkait. “Apapun itu, kami tetap menolak. Kesabaran kami sudah habis,” tegas Joko.

Terpisah, Lurah Desa Srimulyo Juweni berharap warga tidak  menyikapi persoalan ini secara arogan. Pada dasarnya, menurut Juweni, keberadaan industri itu juga memberikan manfaat bagi masyarakat. “Hanya saja, memang perlu dilihat, lebih banyak mana manfaat atau kerugiannya,”sergah Juweni.

Itulah sebabnya, ia akan menyampaikan aspirasi warganya itu kepada pihak Pemkab Bantul agar bisa segera ditindaklanjuti. Menurutnya, langkah terbaik jika perusahaan tersebut tetap bisa beroperasi di Dusun Banyakan II adalah dengan mengujikan limbah mereka melalui uji laboratorium yang resmi.

Pasalnya, sejak berdiri 5 tahun lalu, pabrik tersebut diakui Juweni belum sekali pun menunjukkan hasil uji laboratorium  kepada pihak pemerintah desa (pemdes) Srimulyo. “Bagaimanapun, pemdes dan pemkab tetap tidak akan mengesampingkan aspirasi warga. Tapi kami juga tidak begitu saja melarang perusahaan itu,” tegasnya.

Sebenarya, Juweni menambahkan, sejak tahun lalu, pihaknya sudah mewanti-wanti kepada pihak pengelola untuk bisa memperbaiki kekurangan mereka dalam menjalankan praktik peleburan aluminium itu. Ia mengaku telah mengancam pihak perusahaan dengan pemutusan sepihak sewa tanah untuk pabrik tersebut.

Sesuai perjanjian, masa sewa tanah seluas 2 hektare yang berstatus sebagai tanah pelungguh itu akan habis pertengahan tahun 2016 mendatang. “Jadi kalau memang mereka tak sanggup memperbaiki kekurangannya, bisa saja kami tolak perpanjangan sewanya,” cetus Juweni.

Sebenarnya, keluhan warga ini sudah mulai tersuarakan sejak bulan Mei lalu. Ketika itu, warga masih takut untuk menggelar aksi. Mereka masih menunggu langkah keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat.

Saat itu, masyarakat mengeluhkan polusi udara yang ditimbulkan oleh hasil pembakaran dari kompleks pabrik yang terdiri dari 4-5 bangunan itu. Tak hanya mengganggu pernafasan, asap sisa pembakaran itu juga menyisakan abu hitam di lahan tegalan yang ada di sekitar lokasi pabrik.

Saat dikonfirmasi, pihak mandor mengakui bahwa sudah setahun terakhir, pihaknya memang tak lagu menggunakan cerobong asap sebagai medium pembuangan limbah tersebut.

Narkoba Herbal Beredar Di Jogja

Previous article

Rumah Murah Tetap Idola Di DIY

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Kab Bantul