Esai

Zohri, I’m sorry

0
olahraga
Aktivitas lari di jalanan Yogyakarta (Foto : Arif Adi Setiawan)

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Lalu Muhammad Zohri pada Rabu, 11 Juli 2018 menjadi juara pada Kejuaraan Dunia Atletik U-20 di Tempere, Finlandia. Dalam waktu kurang dari 24 jam, sprinter 18 tahun asal Nusa Tenggara Barat itu menjadi selebritis dadakan. Hampir seluruh pemberitaan media cetak maupun sosial media memberitakan tentangnya. Hampir kesemuanya menjadikan Zohri sebagai komoditas yang layak jual.

Seperti halnya kisah sinetron, romantisme berbumbu kemiskinan dikemas bak cerita Cinderella si Gadis Abu. Kisah hidupnya sebagai anak yatim piatu dari keluarga miskin di pelosok desa yang tinggal di gubuk berdinding anyaman bambu, menjadikan haru biru makin lengkap. Belum lagi ketidakmampuannya untuk membeli sepatu, benar-benar membuat simpati masyarakat menebal.

Bukan hanya media yang memanfaatkan momen ini. Sayangnya, politisi dan kekuatan politik di Indonesia turut mengambil keuntungan dengan menggoreng keadaan ini.

Ah saya tidak punya energi dan keinginan untuk menuliskan satu persatu apa saja sajian itu, karena toh saya tidak punya kepentingan apa-apa. Bukan caleg, dan bukan politisi. Tapi yang jelas, sebagai awam, saya adalah pembaca berita-berita, sehingga kemudian gatal juga ingin berkomentar.

Zohri mencatatkan waktu 10,18 detik dan mengalahkan 2 pelari asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, yang sama-sama mencatat waktu 10,22 detik. Pencapaian yang bisa dibilang luar biasa melihat keterbatasan yang dihadapinya. Sekali lagi, sepatu yang dikenakannya saat itu, bukanlah sepatu yang layaknya digunakan oleh pelari kelas dunia, atau jikapun harus disandingkan dengan sepatu yang dikenakan oleh rivalnya. Saya berani jamin, bahkan harganyapun akan jeglek. Tentu saya ga akan sembarangan menulis bahwa sepatu Zohri memang sederhana, karena memang setelah melakukan riset (keren ya bahasanya?), harganya hanya 400 ribu Rupiah saja. Kalau mau gampang sih, mari kita cek saja di situs Puma, produsen sepatu yang digunakan oleh Usain Bolt, dan lihatlah disana betapa ketimpangan terpampang nyata.

Kenapa Usain Bolt? Karena jujur saja, di pagi hari saat salah satu Whatsapp Group mengabarkan tentang prestasi Zohri, kala itu saya menuliskan ‘Wow, the next Usain Bolt’. =)) Pengetahuan saya tentang olahraga lari memang sangat terbatas, dan karenanya saya hanya punya 1 nama itu untuk disandingkan.

Kembali ke masalah sepatu, Usain mengenakan Puma Bolt EvoSpeed Electric Legacy Spike pada IAAF World Championships 2017 di London, Inggris. Sepatu berwarna ungu dan hijau tersebut dijual terbatas oleh Puma dengan harga 120 poudsterling atau sekitar 2,1 juta rupiah ( dengan kurs saat ini).

Menggantungkan prestasi pada materi semata, atau fasilitas, memang tidak tepat. Hanya karena kita tidak memiliki fasilitas pendukung, adalah hal yang lumrah bahwa tiada pencapaian. Ah, basi banget alasan semacam itu.

Namun, menyematkan julukan ‘The Next Usain Bolt’ kepada Zohri juga berlebihan. Ya, dia hebat karena menjadi juara dunia. Tapi perlu diingat, ‘hanya juara di U-20’. Jika melihat catatan waktu dan berharap dia akan berjaya di Asian Games, bersiaplah untuk kecewa. Catatan waktunya masih jauh dari catatan terbaik Asia, Bro.

Kepikiran ngga, daripada memberikan limpahan hadiah yang beragam itu, kenapa tidak memberikan Zohri hadiah yang lebih tepat, kesempatan berlatih di tempat terbaik di dunia, misalnya?

Salam.

Bayu

Ini Catatan Prestasi Indonesia di Asian Games Dari Masa ke Masa

Previous article

Ribuan Siswa Meriahkan Pawai Obor Asian Games 2018

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai