Esai

Masak, Macak Lan Manak

0
ibu hamil perokok
Ibu Hamil (foto : JIBI)

 

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Alkisah pada suatu hari, terjadilah pembicaraan singkat antara seorang lulusan S2 dengan seorang ibu rumah tangga. Dulu kuliah apa Mbak? Teknik?”

Lah, sekarang ngapain coba? Ga kepake ilmunya. Cuma antara dapur dan kasur”

Dan lalu si ibu rumah tangga ini tidak berusaha menanggapi lebih jauh, karena lulusan S2 ini sudah bukan levelnya lagi. Istilah gayanya, she’s out of her league, gitu.

Gaya kan ibu rumah tangganya? Yoi, harus gaya lah.  Lah gimana dong? Ini masalah dapur dan kasur yang disinggung.

Ini Sosok Istri Sempurna Ala Nyai Dasima

Saya tergelitik juga untuk berkomentar, jujur saja, meski tidak ingin membandingkan apple to apple antara IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) dengan membuat menu harian, atau penguasan teori-teori perkuliahan dengan penguasaan teknik Kegel yang baik dan benar supaya ga bleberan *halah *eh

Le, koe yen golek bojo kuwi sing bisa masak, macak, lan manak

Sepenggal pesan dari orang tua yang biasa disampaikan kepada anak laki-lakinya itu acap kita dengar. Janganlah kita hanya melihatnya dari makna tersuratnya saja, namun pandanglah dari sudut yang berbeda.

Ternyata jika dijelaskan secara filosofis, wejangan itu tidaklah sederhana. Sepenggal pesan tersebut ternyata jika dijelaskan secara filosofis, akan sangat bermanfaat sebagai salah satu kriteria seorang lelaki dalam mencari istri.

Baiklah kita kupas satu persatu.

Secara harfiah, masak dalam bahasa Jawa berarti memasak, mengolah makanan. Tentulah seorang istri yang baik harus bisa memasak makanan yang enak dan bergizi untuk suami dan anak-anaknya. Namun secara filosofis, kegiatan memasak ini tidak hanya berupa kegiatan mengolah makanan semata. Seorang istri harus bisa masak, artinya istri yang baik itu harus bisa mengolah dan mengelola sesuatu menjadi lebih baik. Baik secara visual atau penampakan, baik nilai gizinya, dan baik juga rasanya.

Ketika diberi uang belanja oleh suami, maka seorang istri yang baik akan bisa mengolah uang tersebut dengan baik, sehingga penggunaannya optimal. Dengan biaya minimal, dapat menghasilkan sesuatu yang optimal.

Kemudian macak yang artinya berdandan. Seorang istri yang baik harus bisa berdandan dan merias diri agar tampil menyenangkan dan sedap dipandang mata suami dan anak-anaknya. Tentunya macak disini tidak melulu diartikan sebagai berdandan dengan bedak tebal, lipstick merah merona, mandi parfum atau mengenakan baju yang indah. Secara filosofis, istri yang bisa dan pandai macak adalah istri yang pandai menjaga nama baik keluarga di mata orang lain.

Yang terakhir, manak. Manak bisa diartikan sebagai beranak pinak, menghasilkan keturunan, melahirkan anak. Memang sudah kodrat perempuan untuk melahirkan. Akan tetapi, apakah tugas istri cuma sampai melahirkan saja? Tentu tidak. Istri yang pandai manak bukanlah istri yang tiap tahun melahirkan anak, tetapi istri yang bisa menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang baik dari segi manapun. Jadi kalau cuma pandai hamil dan melahirkan tanpa bisa mendidik anak, ya sama saja bohong. Apa bedanya sama Kucing?

Pusing? Kepanjangan?

Eh tunggu dulu, saya belum selesai. Urusan kasur belum dibahas lho. Tau ga sih kalau urusan kasur itu ga sekedar buka, naik turun, atas bawah kemudian tutup? =) 

Tulisan di bagian kasur ini kok rada menggelitik untuk diteruskan, tapi bahaya juga kalo kepanjangan.

Ah sudahlah, saya terlalu sibuk untuk berpanjang-panjang. Mungkin akan saya teruskan di lain waktu saja, saat lulusan S2 tadi sudah jago di masalah dapur, sudah menikah beneran dan bukan sekedar memakai cincin yang kembaran sama pasangannya, atau dengan bahagianya memasang foto hadiah boneka, bunga mawar dan sekotak coklat di media sosial *uhuk

Bagi saya pribadi, hidup ini adalah pilihan.

Klise dan normatif ya?

Tapi memang begitulah adanya. Semua orang memiliki tantangannya masing masing. Saya-pun pernah mengalami dilema saat harus memilih apakah akan bekerja diluar rumah ataukah akan menjadi ibu rumah tangga. Bagaimanapun, saya memiliki ego pribadi untuk berada diatas dan membuktikan bahwa ilmu saya tidak “sia sia”.

Oh wait, kenapa saya beri tanda kutip? Ya karena saya kemudian sadar bahwa tidak ada ilmu yang akan sia sia. Bagi saya pribadi,  ilmu jelas tidak akan sia sia hanya karena berada dirumah. Namun bisa saja menjadi sia sia belaka saat saya justru memutuskan untuk bekerja sesuai bidang ilmu.

Semua perempuan, memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menuntut ilmu, setinggi mungkin. Bahkan kalo perlu, lebih tinggi dari para pria. Karena mungkin suatu saat, kita, para wanita akan beruntung diberi kepercayaan untuk memiliki anak. Dan kita, para ibu adalah madrasah yang pertama bagi mereka. 

Pernahkah anda mendengar celetukan orang “Ih, iki anake sopo to? Kok ora tata? Ibune piye sih sing ngajari?”

Tuh, ibu kan yang disebut pertama?

Bayangin deh kalo ibunya ga berilmu, ga punya tata krama yang bagus. Mau jadi apa anak anaknya?

Teruntuk para ibu rumah tangga di luar sana, jangan pernah merasa rendah diri saat anda dianggap hanya menguasai urusan dapur dan kasur.

You are more than that.

Bayu

Kebun Binatang Bukan Sekedar Rekreasi, Tapi Edukasi, Interaksi, dan Instropeksi

Previous article

Borobudur Ditarget Dikunjungi 2 Juta Wisman

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai