Esai

Kisah Yang Salah Dalam Si Doel The Movie

0
Si Doel
Si Doel The Movie

STARJOGJA.COM, MOVIE — Syair “Anak Betawi. Ketinggalan zaman. Katenye…”. Atau ” teriakan Nyunyun” …..dari Mandra saat memanggil Nunung begitu lekat bagi generasi 90an yang pernah merasakan masa emas sinetron ” Si Doel – Anak Sekolahan “.

Lagu yang begitu ikonik itu terasa pas ditempatkan sebagai pembuka Si Doel The Movie. Seolah menjadi jembatan nostalgia menuju sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang tayang pada 1994 silam. Ya, Doel si Anak Betawi yang dulunya rutin setiap pekan menemani kita pada zaman itu muncul lagi setelah tujuh tahun berlalu.

Doel (yang masih diperankan Rano Karno) datang untuk memberi jawaban tentang nasib kisah cintanya yang menggantung sekian tahun. Tentang Sarah (Cornelia Agatha) yang tak pernah kembali selama 14 tahun, meninggalkan Doel begitu saja. Juga tentang alasan Doel yang tak berusaha mengejar Sarah ke Belanda dan justru menikah dengan Zaenab (Maudy Koesnaedi). Cerita percintaan Doel dulunya terhenti di FTV berjudul Si Doel Anak Pinggiran (2011). Di situ, Doel menikah dengan Zaenab yang sudah menjadi janda setelah mengalami keguguran.

Baca Juga : Pekan Ketiga, Si Doel The Movie Masuk 3 Besar Film Terlaris 2018

Film ini terasa begitu sederhana di tengah gempuran film Indonesia yang menampilkan wajah – wajah baru yang segar dan penuh polesan. Film ini mampu memotret kegalauan Si Doel yang harus datang ke Belanda, sebuah negeri yang menjadi tempat tinggal Sarah yang meninggalkannya 14 tahun lalu. Ada juga kegelisahan Zaenab yang tampil makin dewasa, karena Sang Suami ke Belanda tempat cinta lamanya berada.

Namun, jangan berharap mendapatkan sajian gambar-gambar pemandangan kota Amsterdam yang indah nan klasik dalam Si Doel the Movie. Rano yang duduk sebagai sutradara agaknya memilih setia pada kesederhanaan sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Sinematografinya cenderung tak neko-neko karena memang bukan itu ciri khas si Doel. Meski demikian, gambar ” bagus” khas Rano masih saja terasa memanjakan mata kita.

Kekuatan utama film ini adalah dialog-dialognya yang alami dan mengalir. Membuat orang-orang yang menontonnya merasa seperti sedang menyaksikan tetangga mereka mengobrol di depan mata. Aminah Cendrakasih yang berperan sebagai Nyak, Suti Karno sebagai Atun, Mandra, Maudy, dan Rano tetap lihai menyuguhkan dialog percakapan sehari-hari yang jauh dari kesan kaku. Kerinduan pada celetukan spontan mereka terjawab di sini.

Sekali lagi, sederhana bisa menjadi kata yang cocok untuk menggambarkan Si Doel the Movie. Bukan dari segi sinematografi saja, tetapi semua aspek dalam film ini. Karakter, alur cerita, konflik, dialog, akting, dan lainnya. Rano tak membutuhkan konflik percintaan yang berlebihan nan dramatis atau akting dan dialog yang picisan. Kisahnya memang rumit, namun balutan dengan sederhana. Membuat penonton tak menyaksikan sebuah film, melainkan seperti melihat kehidupan sehari-hari. Nonton film ini seolah kita tersindir dan berkaca pada kisah kehidupan sehari hari.

Rano dengan pintar memainkan emosi penonton. Tak sedikit yang baper dengan penampilan gambar adegan yang ada. Ilustrasi musik filmya pun terasa berkelas dan mampu menyentuh hati. Jujur saja, Saya terhanyut dengan bangunan cerita yang dialirkan lewat film yang sudah menyedot 1,6 juta penonton ini.

Memang Ada yang hilang Karena Si Doel the Movie adalah lanjutan lika-liku kisah cinta Doel. Cukup banyak perbedaan antara layar lebarnya ini dengan sinetron terdahulunya yang memiliki 162 episode itu. Namun, perbedaan yang paling menonjol adalah hilangnya beberapa karakter ikonik. Sebut saja tokoh Babe Sabeni yang diperankan Benyamin Suaeb, Engkong Ali yang dimainkan Pak Tile, Karyo dan Munaroh yang masing-masing diperankan Basuki dan Maryati. Babe, Engkong dan Basuki memang sudah dipanggil Sang Kuasa. Bahkan Babe meninggal saat sinetron ini masih tayang. Rano pun kukuh tidak mau menggantikan kehadiran Babe dalam ceritanya.

Rasa rindu untuk merasakan kembali sensasi saat menonton sinetron si Doel dulu, kemungkinan menjadi faktor utama yang menggerakkan orang-orang menyaksikan Si Doel the Movie. Menariknya, ada banyak generasi muda yang tidak merasakan masa keemasan sinetron ini juga turut menyaksikan filmya.

Kerinduan akan tayangan sederhana, alami dan berkelas menjadikan film ini alternatif. Umur yang beranjak menua tak membuat para pemain film ini kehilangan daya tarik dan pesonanya. Ada yang nyebut ” Si Doel itu aku banget, susah move on ! ” , adapula yang menyebut ” susah ya ternyata melawan rasa ego itu ” plus ungkapan ” Nyesek ! ” jadi kesan manis dari film yang disebut akan berkelanjutan ini.

Kita tunggu saja seperti apa kelanjutan kisah yang salah antara Doel, Zaenab dan Sarah di judul berikutnya !.

Bayu

Ini 4 Alasan Mengapa Investasi Apartemen Lebih Menguntungkan

Previous article

Hotel Tugu Yogyakarta, Saksi Sejarah yang Terabaikan

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai