Esai

Jempol (mu) Lebih Tajam Daripada Pedang

0
Berbuat baik
Jempol digunakan tanda untuk memberikan hasil atau proses sesuatu

 STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Jempol atau jari memiliki penanda sendiri di era saat ini. Ada pepatah yang mengatakan, “Lidah lebih tajam daripada pedang”. Taukah anda, bahwa hal itu benar adanya? Yah mungkin kalo di jaman sosial media seperti sekarang ini, bisa jadi pepatahnya agak bergeser sedikit menjadi “Jempolmu lebih tajam daripada pedang”.

Setiap komentar, atau perkataan yang dihasilkan dari jempol atau jemari kita ini, sering kali tidak terkontrol. Entah itu awalnya hanya sebagai bahan bercandaan akibat gregetan atau memang secara literal ditujukan kepada orang tertentu supaya ngerti posisi dan perbuatannya *ah gimana sih bahasa saya?

Saya pribadi, sebagai manusia yang masih makan nasi, tanpa sadar (pasti) pernah melakukan hal serupa. Dan saya, benar-benar menyesalinya.

Kenapa saya ikutan “nyinyir” dan menulis begini, tidak lain karena gemas juga melihat betapa sadisnya jempol netizen saat berkomentar terkait kekalahan Anthony Sinisuka Ginting melawan pebulutangkis asal China, peringkat kedua Badminton World Federation (BWF), Shi Yuqi dalam partai final Bulutangkis nomor putra beregu di Istora Senayan, Rabu (22/8).

Hitam diatas putih, jelas peringkat Yuqi di Organisasi Internasional untuk olahraga Bulu Tangkis itu, jauh diatas Ginting. Tapi disini saya bisa melihat bahwa mental juara ga bohong.

Ginting berhasil memenangi set pertama waktu itu dengan skor 21-14, meskipun di set kedua, keadaan berbalik. Yuqi menang dengan skor 23-21.

Tidak usahlah membahas skor maupun jalannya pertandingan. Dan lebih lagi, saya juga tidak akan menuliskan kembali siapa pemenang partai final tersebut, karena anda semua pasti sudah tau.

Yang ingin saya tuliskan adalah kenyataan bahwa ternyata masih banyak orang diluar sana mempermasalahkan kekalahan tersebut. Kalah memang menyakitkan. Tapi masa iya sih kita kemudian menutup mata atas perjuangan yang sudah dilakukan? Ironisnya lagi, di beberapa platform sosial media, terlihat ada cukup banyak netizen yang justru cenderung membully Ginting dan menumpukan kesalahan padanya.

Saya pikir, gila juga sesama orang Indonesia bisa sepedas itu mengatai atletnya. Hei, Ginting sudah berusaha sampai kemampuan terakhirnya lho. Bahkan saat didera cedera otot, dia tetap berusaha mati-matian.

Jujur saya ngeri saat menyaksikan tayangan langsung di televisi, dimana kaki Ginting disorot. Bengkak dan ga bisa ditekuk, Bro !
Kalau ada di posisi itu, bisa jadi dari awal saya udah ijin ga masuk seperti saat sekolah dan ndilalah sakit. Saya ga akan berbuih-buih membela Ginting tanpa data pasti. Sama saja debat kusir kalau seperti itu.

Marilah kita kupas satu persatu. Yah sekalian aja supaya kita lebih kenal dengan atlet Indonesia lah. Di tahun 2008 saat usianya masih sekitar 12 tahun, Ginting memenangi kompetisi MILO School Competition di kategori tunggal putra SD.

Well, kebanyakan dari kita, atau saya deh, di usia itu, masih mbok-mbok’en. Kemana-mana bisa jadi masih diantar jemput oleh orang tua. Njomplang to?

Prestasi itu diulangnya di tahun 2012 untuk jenjang SMP. Saya sih boro-boro meluangkan waktu latihan setiap hari berjam-jam. Nge-mal atau dolan, lebih menggiurkan untuk saya.
Banyak banget kalo mau dituliskan satu persatu apa saja prestasi yang telah diraihnya. Kalau penasaran, silakan tengok disini (https://id.wikipedia.org/wiki/Anthony_Sinisuka_Ginting).

Mengkritisi tentu tidak dilarang, bahkan terkadang diperlukan, khususnya bagi pengembangan diri orang tersebut. Namun murahan sekali jika membully tanpa ngaca, alias Ora ngilo githoke dhewe.

Note that it is always easy for them to tell us what to do, how to react, even telling us that we’re stupid, merely because they’re not in our shoes. They are never, once again, never been in the same situation.

Ya gampang sih bilang ini itu anu, karena kan komentator ga harus ngejar poin di lapangan plus latihan-latihan berat setiap hari yang menguras fisik dan emosi.

Sebutan pahlawan mungkin berlebihan. Tapi untuk saya, Ginting adalah juara karena mampu membuat banyak orang merinding dan terharu.

Last but not the least, untuk kita semua, I hope lesson learned. Marilah kita belajar bersama-sama untuk menghargai perjuangan seseorang. Janganlah hanya melihat hasil akhir, tapi ikuti juga prosesnya.

Bayu

WhatToReadThisWeekend : Cantik Itu Luka

Previous article

Darurat Narkoba Sudah Ditetapkan Sejak Era Soeharto

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai