Esai

Siswa Sebagai Tombak Utama Memberantas Pungutan Liar

0
pungutan liar

STARJOGJA.COM. OPINI – Pungutan liar adalah sebuah kegiatan penarikan biaya yang tidak seharusnya ditarik. Di Indonesia hal ini marak terjadi pada instansi – instansi pemerintah bahkan hingga ke dunia pendidikan.

Pungutan liar dalam instansi pemerintahan merugikan pihak pengguna yaitu masyarakat dan pihak pemerintahan itu sendiri karena biaya yang dikeluarkan pengguna tidak bermanfaat bagi negara dan biaya yang diterima pemungut membuat degradasi mental dari petugas.

Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya pungutan liar pada instansi, beberapa diantaranya adalah integritas pekerja dalam instansi tersebut dan prosedur operasi standar yang digunakan oleh instansi tersebut. Hal ini bisa disederhanakan menjadi dua aspek yaitu aspek manusia dan aspek fasilitas yang ada.

Aspek manusia yang paling mempengaruhi pencegahan terjadinya pungutan liar adalah integritas dari seseorang. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran” atau dalam konteks integritas untuk mencegah pungli, integritas bisa dinyatakan sebagai kemampuan dan kejujuran petugas pelayan publik untuk menjalankan tugasnya.

Pungutan liar bisa terjadi karena kinerja pelayan public yang tidak memuaskan pengguna layanan sehingga timbul perasaan diabaikan dan mempertanyakan apakah hal ini terjadi karena pelayanan public hanya dipungut biaya untuk pemerintah sehingga pelayan public merasa tidak diuntungkan oleh pekerjaan yang dilakukan.

Hal ini dialami oleh seorang kerabat penulis yang harus mengeluarkan sejumlah uang agar plat nomor kendaraan bisa segera keluar dan pada masa itu juga untuk membuat proses perpanjangan KTP berlangsung cepat. Proses biasa bisa memakan waktu beberapa minggu sedangkan jika dilakukan pemberian sejumlah uang maka proses tersebut berjalan dengan sangat cepat, maksimal satu hari.

Hal ini tersebar dari mulut ke mulut sehingga beberapa orang di sekitar yang sedang dalam kebutuhan yang sama termotivasi untuk mengeluarkan biaya diluar yang sudah diatur agar bisa mendapat pelayanan yang sangat cepat dan memuaskan.

Proses seperti ini akhirnya membuat budaya pungutan liar menjadi seperti virus yang menyebar dengan sangat cepat ke masyarakat. Peristiwa ini tidak akan terjadi jika pelayan public memiliki integritas yang baik dalam artian memiliki kinerja yang memuaskan masyarakat dan memiliki kejujuran dalam hal biaya yang sebenarnya diperlukan. Dalam kasus KTP pada saat itu, pungutan liar tidak akan terjadi jika petugas bisa melakukan proses perpanjangan dalam waktu satu hari.

Bahkan setelah KTP sudah dirubah menjadi KTP seumur hidup, proses pembuatan yang sangat lama karena tidak adanya stok kartu membuat beberapa orang di lingkungan penulis mempertanyakan apakah sebenarnya hal ini terjadi karena sekarang sudah tidak perlu membayar pungutan liar lagi sehingga petugas malas mengurus KTP.

Ada pula pungli yang terjadi karena murni keinginan petugas sebagaimana pernah terjadi di suatu sekolah, para murid diminta untuk membayar iuran bulanan meskipun sekolah adalah sekolah negeri. Namun biaya ini tetap dibayarkan dengan alasan sebagaimana akan dijelaskan di paragraph berikutnya

Aspek fasilitas meliputi peran berbagai macam alat dan media untuk mencegah terjadinya pungutan liar. Beberapa pungli terjadi karena ketidak-tahuan pengguna layanan tentang mekanisme yang sebenarnya harus berjalan. Hal ini umumnya terjadi karena kurangnya sumber informasi yang mudah dicapai pengguna layanan sehingga pengguna tidak menyadari jika sebenarnya ia mengambil bagian pada proses pungutan liar. Kekurangan fasilitas juga bisa menjadi permasalahan pada interaksi antara instansi pemerintahan dengan masyrakat.

Tanpa ada penjelasan yang detil dan mudah dipahami bagi masyarakat, proses pelayanan public menjadi suatu black box dimana apa yang terjadi dalam proses itu merupakan suatu hal yang tidak diketahui oleh pengguna, tiba – tiba mengeluarkan hasil saja. Hal semacam ini membuat masyarakat memandang pelayanan yang diberikan sebatas dari sudut pandang waktu semenjak pelayanan diminta, peristiwa ini, jika tidak ditangani oleh seorang yang berintegritas tinggi akan memberikan kesempatan untuk terjadinya pungutan liar karena masyarakat berusaha melakukan sesuatu kepada black box agar bisa memproses dengan lebih cepat.

Sebagaimana diceritakan sebelumnya, ada biaya sumbangan yang ditarik oleh beberapa sekolah tanpa ada alasan yang memiliki dasar hukum yang jelas. Namun karena para murid dan orang tua tidak tahu maka hal ini berjalan selama beberapa waktu.

Memang uang yang dipungut juga digunakan untuk beberapa fasilitas di kelas dan beberapa kegiatan namun setelah beberapa saat baru terasa bahwa biaya yang dipungut lebih banyak dari yang seharusnya. Murid sebagai calon orang dewasa yang masih belajar seringkali belum memiliki sifat kritis untuk berani berpendapat dan mempertanyakan tentang suatu peraturan yang ada.

Dalam pendidikan, seorang siswa diajari untuk menaati perintah dan tidak lebih. Jika perintah ditaati maka akan mendapat hal baik atau hanya sekedar tidak mendapat apa – apa. Namun jika melakukan hal yang buruk maka akan mendapat cacian dan amarah. Peristiwa semacam ini yang terjadi selama bertahun – tahun membuat siswa umumnya bergantung pada orang tua dan guru untuk dapat berpendapat dan berkembang.

Pada hakekatnya hal ini sangat baik untuk membentuk karakter warga negara yang taat akan undang – undang yang berlaku dan menghargai budaya yang ada. Masalah mulai timbul ketika seorang guru memutuskan suatu aturan yang kurang jelas untuk ditaati.

Seorang siswa yang terbiasa mematuhi dan dididik dengan rasa takut akan semata mata menaati tanpa mempertanyakan alasan yang sangat mendasar dan landasan hukum yang ada dalam pembuatan keputusan tersebut. Siswa yang kritis pada usianya kemungkinan hanya berhenti pada mempertanyakan alasan sekolah membuat keputusan tersebut.

Hal ini tentunya akan dijawab dengan sudut pandang yang mudah diterima oleh siswa. Ketika siswa berhenti mempertanyakan pada tahapan ini maka mulai timbul peluang bagi terjadinya pungutan liar tanpa seorangpun yang menyadari. Diperlukan mentalitas yang kritis dan berwawasan luas untuk bisa mengkritisi suatu kebijakan dari sisi hukum yang berlaku.

Posisi seorang siswa sebagai seorang yang nasibnya dipegang oleh seorang guru juga bisa menghambat perilaku kritis ini untuk terjadi karena ketakutan akan resiko yang harus dihadapi jika sebuah kritik dan permohonan perubahan dilontarkan untuk sekolah.

Siswa sekolah dalam perang melawan pungutan liar menjadi pemeran utama. Selain sebagai bakal pengkritik kebijakan – kebijakan yang ada di masa depan. Siswa juga akan tumbuh menjadi seorang pelayan publik dan juga pembuat – pembuat kebijakan yang akan diberlakukan untuk seluruh rakyat Indonesia. Diperlukan usaha ekstra dari berbagai elemen pemerintah untuk bisa mewujudkan generasi yang bebas dari pungutan liar. Usaha ini secara sederhana akan dibagi menjadi dua focus yaitu pada karakter siswa dan pada fasilitas.

Karakter siswa yang dinilai menjadi kunci utama dalam rangka pencegahan pungutan liar adalah integritas. Dalam perjalanan pertumbuhan karakter seorang siswa di Indonesia dinamika yang di alami semua anak kurang lebih sama yaitu pendidikan di taman kanak – kanak dimana seorang anak akan mulai dikenalkan dengan rutinitas bersekolah dan lingkungan pergaulan yang kurang lebih sama setiap harinya, dilanjutkan dengan sekolah dasar dimana selain rutinitas dan pergaulan yang hampir sama ada tekanan yang lebih berat dari segi akademis untuk dapat bersaing. Pada fase inilah seharusnnya integritas seorang siswa mulai dibentuk dengan cara mengembangkan kemampuan akademik dan karakter pribadi dalam proses mendapatkan pengetahuan.

Untuk menimbulkan kesadaran dan semangat menolak pungli maka pemikiran kritis siswa harus dikembangkan di setiap proses mendapatkan pengetahuan pada lingkungan sekolah. Langkah paling sederhana yang bisa dilakukan adalah pertama – tama membebaskan sekolah dari segala pungli yang secara tidak langsung terjadi misalkan melalui pengadaan seragam sekolah yang harus membeli dari sekolah dengan harga yang ditetapkan sekolah, hingga yang paling mengenaskan adalah pungutan untuk bisa masuk ke suatu instansi pendidikan tertentu atau yang biasa dikenal dengan “jalur belakang”.

Praktek – praktek tersebut adalah awal mula seorang siswa menjadi mengabaikan pungli dan sebaliknya mulai menerima bahwa pungli adalah hal yang lazim terjadi dan boleh untuk dilakukan dan pada saat yang sama hal ini merupakan bentuk perampasan keadilan karena tidak semua orang tua mampu membiayai sekolah anaknya; dengan adanya sekolah gratis pendidikan bisa diwujudkan namun dipersulit dengan pungutan biaya yang sebenarnya tidak begitu penting untuk keberlangsungan pendidikan. Setelah hal ini berhasil dilakukan maka berlanjut pada tahap selanjutnya yaitu menanamkan kesadaran bagi para siswa tentang bentuk bentuk pungutan liar yang bisa terjadi dalam interaksi interaksi kepada instansi swasta ataupun negeri.

Hal ini memerlukan partisipasi guru untuk dapat memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang hukum yang berlaku dan prosedur – prosedur standar pada setiap layanan yang diberikan pemerintah disertai dengan dasar hukum yang berlaku. Hal ini akan membuat siswa mengetahui bahwa setiap perilaku lembaga baik swasta dan pemerintahan memiliki dasar hukum yang bisa dipertanggung-jawabkan. Hal lain yang bisa dilakukan adalah untuk menghentikan glorifikasi uang.

Tanpa disadari pendidikan di sekolah banyak terpapar oleh pengaruh kondisi keuangan dari peserta didik. Seorang dengan keluarga yang terpandang dan kaya akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan seorang yang sederhana. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa uang adalah sesuatu yang penting untuk mendapatkan perlakuan yang sebenernya merupakan hak dari semua orang, seperti saat seseorang dari keluarga terpandang menginginkan suatu perubahan pada sekolahan maka suaranya langsung didengar dan ditanggapi, namun jika seorang yang biasa saja memiliki kritik untuk merubah sesuatu dari sekolah maka pendapatnya diabaikan.

Perlakuan seperti ini membuat siswa secara tidak sadar terdidik untuk memanfaatkan dalam rangka mendapat perilaku yang sebenarnya adalah halnya. Seorang guru harus dapat memberikan perilaku yang sama untuk semua siswa tanpa memandang keadaan ekonomi sehingga siswa dapat mulai memahami haknya untuk didengar dan dididik.

Pengembangan integritas siswa juga harus menyadari bahwa untuk mencapai kemampuan akademik tertentu diperlukan usaha yang berbeda – beda bagi masing – masing siswa. Perlu adanya kesadaran dari para guru untuk tidak memberatkan siswa dengan kegagalannya dan membantu siswa untuk bangkit dan mencoba lagi.

Seringkali guru akan membenci anak – anak yang tidak memahami pelajaran dan memilih untuk hanya memberikan perhatian pada anak – anak yang mengerti pelajarannya; hal ini sama dengan mengobati orang sehat; tidak berdampak apa – apa. Siswa yang merasa gagal dan terus ditekan tidak akan menemui jalan untuk kembali mencoba belajar lagi karena guru yang seharusnya mengajari justru menyusahkan.

Hal ini menjadi cikal bakal tindakan mencontek dan pada siswa yang berkemampuan ekonomi membayar temannya untuk menjadi joki tugas. Hal ini adalah bibit pencinta pungli paling berbahaya di masa depan karena dalam alam bawah sadarnya ada pemikiran bahwa uang bisa menyelesaikan tanggung jawab yang seharusnya ia kerjakan.

Pencegahan yang melengkapi pendidikan karakter integritas seorang siswa di lingkungan sekolah adalah ketersediaan informasi tentang dasar hukum atas setiap standar operasi suatu instansi. Hingga saat ini informasi tersebut masih sulit di dapat pada media – media social yang digemari oleh kalangan muda. Diperlukan suatu tempat dimana informasi – informasi terkait pelaksanaan pelayanan publik di instansi swasta maupun pemerintah bisa dicapai dengan mudah pada media yang digemari kalangan pelajar sekolah.

Perpaduan antara informasi hukum dan integritas siswa akan menumbuhkan generasi yang sadar untuk menolak pungutan liar dalam bentuk apapun dan berani menyuarakannya pada pihak yang berwenang seperti  Satgas Saber Pungli UPP DIY dan Satgas Saber Pungli di daerah – daerah yang lain.

Pada akhirnya pungutan liar adalah sebuah peristiwa yang tersusun dari berbagai macam factor yang terkait satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, ayo kita sukseskan gerakan stop pemungutan liar. Bagi yang mengetahui adanya praktik pemungutan liar bisa melaporkannya ke alamat email saberpunglidiy@gmail.com serta dapat menghubungi UPP DIY dinomor telefon 0274-884444 atau via SMS dinomor telefon 08112929000.

Untuk yang berada di luar Daerah Istimewa Yogyakarta dapat melaporkannya dengan mengirimkan email saberpunglisatgas@polkam.go.id dan dapat mengakses informasi pungli di www.saberpungli.id.

Generasi muda, generasinya anti pungli! Stop pemungutan liar! Dan jadikan bangsa kita bebas pungli!

#Karya Tulis Anti Pungli 2019

Sepatu Kesehatan dari Limbah Salak Ala Mahasiswa UNY

Previous article

UGM Buat Buku Kasus-Kasus Manajemen Perusahaan

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai