News

Waria di Yogya Banyak yang Belum Memiliki KTP

1
dokumen adminduk

STARJOGJA.COM, Info – Tatapan Sheva seolah kosong saat teman-temannya sedang bercengkrama siang itu di Pondok Pesantren Waria Al Fatah Kota Gede, Bantul. Waria bernama asli Rudi ini  merupakan waria bisu asal Medan yang lama tinggal di Kota Yogyakarta dan setiap harinya mencari sumber ekonomi dari ngamen bersama teman-temannya. Melalui Rasikin teman waria yang mendampingi berkomunikasi, ia menceritakan kisahnya bisa sampai ke Yogyakarta. Saat usianya belasan tahun, Sheva memutuskan untuk pergi dari Medan ke Wates lalu pindah ke Kota Yogyakarta. Saat ini keinginannya  sebagai waria lainnya adalah

“Ceritanya sering dianiaya sama bapaknya lalu kabur dari kampungnya sendiri. Ceritanya bawa Kartu Tanda Penduduk (KTP), lalu ngamen kena Sat Pol PP di Wates, KTP ditahan tidak dikembalikan. Ya 15 tahun lalu lah,” katanya kepada Starjogja.com beberapa waktu lalu.

Selama belasan tahun di Yogyakarta ada belum terpenuhi oleh negara yaitu KTP. Belum terpenuhi kebutuhan dasar inilah membuatnya kesulitan untuk mengakses layanan publik.

“Cerintanya dia kepingin ngekos di Jogja, ya akhirnya pinjem fotokopi KTP teman,” kata Sheva yang kini berusia 27 tahun.

Ia pernah mengeluarkan uang Rp200 ribu untuk membuat KTP melalui temannya yang menjadi perwakilan dari lembaga waria di Yogyakarta. Namun, ternyata niat dan uangnya raib dibawa pergi oleh waria yang juga menjanjikan KTP kepada puluhan waria lainnya. Padahal keinginan terdalamnya adalah bisa kembali ke rumahnya di Medan. Namun, tidak menggunakan pesawat karena tidak memiliki KTP untuk memesan tiket pesawat.

“Sulit ya, kadang-kadang mau pulang ke Medan dari dulu punya rencana pulang tapi ga punya KTP untuk beli tiket itu. Harus pakai KTP juga sih, kan naik pesawat. Kalo pergi ya naik bus, tapi uang juga susah kesananya,” katanya.

Hal yang sama juga diutarakan Erni Dadang waria asal Bekasi yang sudah 3 tahun di Kota Jogja. Keinginan memiliki KTP sudah sejak dahulu setelah KTP miliknya hilang di jalan bersama dengan dokumen lainnya seperti ijazah.

“Tidak bawa KTP, dulu hilang, tadinya mau pulang tidak bisa, karena kedua orang tua sudah tidak ada. Ada keluarga di Bandung tapi tidak pernah ketemu. Adik saya belum tentu masih ada ada,” kata Erni.

Berbagai alasan tidak ingin kembali pulang inilah yang membuatnya susah mendapatkan KTP lagi. Terlebih sudah hampir 20 tahun ia tidak kembali ke tempat asal. Sama seperti Sheva jika ia memiliki KTP maka ia dapat pergi menggunakan kereta api dan dapat mengakses layanan publik lainnya. Namun menurutnya susah untuk mengaksesnya tanpa KTP.

“Tidak bisa naik kereta, sulit juga kalo nyari kosan kadang tidak bisa juga. Ya segala ga bisa sih,” katanya.

Sementara itu Shinta Ratri (57) tahun Ketua Ponpes Waria Al Fatah di Jalan Jagalan, Banguntapan, Bantul membina 42 waria ini menjelaskan seluruh DIY tercatat ada 300 waria dan 174 waria masuk di Ikatan Waria Yogyakarta mayoritas belum memiliki KTP.

“Di Ikatan Waria Yogyakarta (Iwayo) ada 174 dari itu 80-an tidak punya KTP dan kebanyakan mereka pendatang,” katanya.

Menurut Shinta jumlah itu sudah rumayan bagus karena ketika programnya Family Support Group yang mengembalikan komunikasi waria dengan keluarganya berjalan lancar. Sehingga para waria ini dapat mengakses surat pindah untuk membuat KTP. Sementara lainnya hingga saat ini belum memiliki KTP.

“Karena yang membatasai tidak bisa dapat KTP karena tidak ada surat pindah, karena itu syarat utama karena harus ditandatangai Disdukcapil di Propinsi kalo itu pindahnya sampai ke propinsi. Itu syarat yang harus dipenuhi,” katanya.

Shinta mengaku sudah beberapa kali datang ke kantor Disdukcapil Kota Jogja untuk dapat memenuhi hak dasarnya sebagai manusia yaitu KTP. Berbagai permasalahan yang dihadapi waria dengan tidak dapat memenuhi syarat membuat KTP menjadikan peluang semakin menipis.

“Pelayanan Disdukcapil itu baik sopan ramah, cuma yaitu tadi karena mereka tidak memahami kondisi kita yang tidak diterima keluarga lalu pergi itu. Maunya ya sudah kalo pergi harus bawa surat pengantar tapi kan mereka pergi sejak remaja tidak bawa KTP atau surat-surat. Bahkan belum sempat punya KTP sudah pergi,” katanya.

Jalan Keluar Masalah KTP

Shinta mengaku jika pemerintah di Daerah istimewa Yogyakarta memiliki cara sebagai jalan keluar dari masalah KTP waria ini. Yaitu mengkategorikan para waria ini masuk dalam sebuah kategori orang terlantar. Nantinya para waria ini akan dipantau selama 6 bulan di tempat mereka tinggal.

“Ketika dalam tiga bulan tidak pindah tempat, maka dia diberi surat keterangan sementara setelah 6 bulan layak mendapatkan KTP maka harus jadi orang terlantar,” katanya.

Pengkategorian ini juga menjadi hal yang berat bagi para waria. Sebab, waria ini memiliki pergerakan yang tinggi.

“Waria itu mobilenya tinggi karena hari ini disini, besok sudah kemana, karena dia kan ngamen karena takut ditangkap maka dia harus pergi ke luar daerah lagi,” katanya.

Menurut Shinta waria ingin agar dapat diberikan karti identitas setara dengan KTP. Sebab, jika mengurus KTP di Disdukcapil harus memiliki data yang akurat dan syarat lengkap.

“Disdukcapil itu kalo tidak punya surat pengantar minta ijazah. Boro-boro ijazah karena itu tidak bisa dipenuhi oleh kawan-kawan. Maksudnya pemerintah itu (syarat), tapi ya kita tidak bisa,” katanya.

Sebelumnya, waria tidak terpikirkan untuk dapat mengakses KTP. Namun saat ini para waria menginginkan haknya sebagai warga negara Indonesia yang dapat menggunakanhak pilihnya, hak ekonomi dan bersosialisasi.

“Ada Pemilu tidak ikut tidak masalah, siapapun yang jadi pemimpin kita tetep jadi pengamen. Ini yang sedang kita dorong bahwa tidak punya KTP kita kehilangan hak kita sebagai warga negara. Peluangnya nol, dulu waktu (KTP) lama mungkin bisa sekarang sudah ga bisa. Data kan harus valid. Kalo dibuat orang terlantar nanti keterangannya itu E- KTP atau apa,” katanya.

Sebagai ketua Ponpes Al Fatah ia berharap adanya dispensasi persyaratan untuk waria dengan penjaminan dari lembaga waria yang ditunjuk. Lembaga waria inilah yang akan bertanggung jawab terkait kevalidan data si pemegang KTP.

“Kita bertanggung jawab sebagai anggota komunitas, kita yang akan mencari data sevalid mungkin. KTA organisasi kita bisa menjadi jaminan pembuatan KTP karena membuat KTA juga ada nama lahirnya siapa dll,” katanya.

Shinta menjelaskan terkait surat pindah sebagai salah satu syarat pembuatan KTP sulit dilakukan para waria. Karena tidak semua waria siap kembali datang ke daerah asalnya. Hal ini juga menjadimasalah waria di seluruh Indonesia.

“Ada yang mau akses karena jauh dan ya tergantung kesiapan waria, ini kan mereka pergi kan berubah kan. Sekarang dia sudah punya payudara sudah jadi perempuan dia ga mau pulang,” katanya.

Waria Orang Terlantar ?

Widyanto Kepala Seksi Rehabiltiasi Tuna Sosial Korban Napza, Tindak Kekerasan dan Perdagangan Oran, Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial DIY mengatakan sesuai dengan aturan hukumnya UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan tentang kewenangan daerah sesuai kewenangannya. Kewenangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ada di tingkat Propinsi dan Kabupaten atau Kota.

“Waria termasuk di dalamnya PMKS di DIY itu 25 penyandang masalah kesejahteraan sosial di dalamnya ada masyarakat minoritas, ada tuna sosial didalamnya ada waria. nah harapannya kalo UU itu dilaksanakan maka penanganan waria di tingkat 2,” katanya.

Namun, Widyanto menjelaskan definisi orang terlantar berbeda dengan kategori waria yang sedang mencari akses KTP ini. Sebab, definisi orang terlantar itu adalah orang beridentitas yang datang ke suatu daerah untuk kegiatan tertentu.

“Kegiatan tertentu, misal wisata, bekerja informal atau berkunjung, berpendidikan disini dalam prosesnya dia kehabisan bekal, dia kecopetan dan mau ke daerah asal itu dimensi sosial orang terlantar. Kalo dia bukan orang DIY tidak beridentitas sepertinya harus komunikasi ke Disdukcapil,” katanya.

Bram Prasetyo Handoyo Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Disdukcapil Kota Jogjakarta menjelaskan para waria ini bisa masuk dalam kategori Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan (adminduk) sebagai orang terlantar. Melihat Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Penduduk Rentan Adminitrasi Kependudukan maka Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen kependudukan yang disebabkan oleh bencana alam dan korban bencana sosial.

“Kalo data sampai memang betul belum pernah tercatat di daerah lain, maka bisa mengajukan penduduk rentan Adminduk sebagai orang terlantar. Itu masuk disana dengan catatan tinggal dimana, Jogja ya ngurusnya di Jogja Sleman ya di Sleman,” katanya.

Bagi waria yang sudah tercatat data kependudukannya di daerah selain Jogja maka ada dua pilihan. Pertama pulang ke daerah asal dan minta surat pindah. Kedua, melalui Dinas ke Dinas dengan mengajukan perpindahan ke daerah yang kini ditempati.

“Dinas bisa melayani yang lama tinggal di Jogja yang mau pulang terbentur, karena malu dll bawa dokumen aslinya, KTP dan KK dari daerah aslinya nanti kita kasih formulir permohonan itu yang bergerak itu nanti dinas, mengajukan dinas daerah asal sana menerbitkan Surat Keterangan Pindah (SKP) WNI lalu kirim ke kami tarik datanya asal mereka mau jujur atau tidak,” katanya.

Bram mengatakan bagi yang belum pernah memiliki dan tercatat dokumen daerah lain maka proses pendataan penduduk rentan admintrasi kependudukan itu kategori masuk orang terlantar dengan beberapa catatan. Pertama tinggal di tempat yang layak dan tidak boleh pinggir jalan.

“Kalo lama tinggal kita pertimbangkan setelah mengisi formulir kita lakukan verifikasi di data nasional kalo belum atau tidak ada kita lakukan verifikasi faktual bener ga tinggal di alamat ini. Kita undang RT RW sekitar itu mengijinkan tidak,” katanya.

Bram melanjutkan dari proses ini kemudian pemangku daerah setempat seperti RT dan RW melihat waria ini berperilaku baik dan menyesuaikan kegiatan daerah sekitar. Jika proses ini dapat dilalui dan dilakukan maka bisa mendapatkan SKOT atau Surat Keterangan Orang Terlantar dengan masa 1 tahun.

“Itu (SKOT) bisa digunakan untuk permohonan kepemilikan dokumen KK KTP. Tahapan kedua, setelah dapat SKOT itu kita lakukan cek lagi benar ga tinggal disitu,” katanya.

Menurutnya setelah mendapatkan SKOT ini maka waria tidak perlu membutuhkan selama setahun. Dalam waktu tiga bulan bisa mengajukan verifikasi faktual lagi.

“Jika 3 kompenen itu terpenuhi kita lakukan rekomendasi. Rekomendasi itu team ada dari bidang PP, sekertariat, dirapatkan disimpulkan hasil faktual keluarlah rekomendasi, Jika ditolak itu mereka tetep SKOT, kalo diterima rekomendasi itu maka SKOT dan pengantar RT itu dibawa Kelurahan minta formulir KK dan sebagainya dibawa lagi ke dinas kita proses kita rekam Bio metriknya kita kunci NIK-nya baru dapat dokumennya,” katanya.

Bagi Bram pencatatan data penduduk kini lebih mudah dan cepat. Khusus waria dinasnya tidak membedakan waria dengan penduduk lainnya. Namun baginya masalah perilaku tidak mempengaruhi data penduduk. Namun data yang diminta pemerintah adalah para waria ini dapat mengakui kodratnya baik sebagai laki-laki atau perempuan.

“Kita tidak menolak kalo foto perempuan kalo statusnya laki-laki kita tidak masalah. Ssuai dengan kodratnya. Selama datamu laki-laki foto tidak memaksa foto lelaki, yang penting bagi kami adalah biomterik dan NIK nya. Ditempat lain mengaku biodata perempuan sampai kapanpun tidak akan jadi. Kami tidak menolak selama mengakui kodratnya,” katanya.

“Kami membuka peluang. Persoalannya mereka mau ga merubah penetapan hukumnya kalo mereka penuhi ya kami layani. Tidak ada hukumnya, hanya ada dua jenis kelaminnya. Laki-laki atau perempuan.”

Bram juga memberikan kesempatan bagi waria yang ingin mengganti jenis kelaminnya menjadi wanita dapat menempuh jalur hukum di Pengadilan setempat. Keputusan pengadilan inilah yang menjadi kekuatan hukum nantinya dalam jenis kelamin di KTP. Saat ini pelayanan KTP di Kota Jogja sudah cukup sederhana sekali dengan cukup membawa fotokopi kartu keluarga. Dokumen itu lalu dibawa ke Kecamatan atau Dinas lalu melakukan proses perekaman setelah selesai langsung dicetakkan KTP.

“Kalo datanya sudah tunggal nanti kita kirimkan ke pusat dulu jika sudah tunggal kita cetakkan. Sebelumnya sambil menunggu cetak kita berikan surat keterangan prosesnya cepat rekam hari ini ditunggu 5 menit ditunggu ketunggalan data,” katanya.

Bram mengatakan siapa saja yang dapat memiliki KTP adalah yang sudah berumur 17 tahun lebih atau sudah menikah dan sudah melakukan proses perekaman bio metrik yaitu melakukan perekaman sidik jari, iris mata, wajah lalu foto kirim ke pusat itu untuk proses penunggalan data. Jika sudah tunggal maka akan diterbitkan KTP.

“Kirim ke pusat itu untuk proses penunggalan data, kalo dia pernah merekam dengan data yang berbeda. yang dicetak dia yang merekam pertama kali perekaman. Contoh kasus, dia awalnya pernah punya dokumen di Kota lalu juga punya di Bantul saat direkam yang bisa dicetak ya yang di Kota,” katanya.

Mendata atau Didata ?

Andi Ahmajid atau dipanggil Rully Malay waria asal Bone Sulsel yang juga pengurus Kebaya mengatakan setidaknya ada 15 orang waria mendapatkan ktp tahun 2014 lalu. Kemudian tahun 2018 lalu ini pihaknya sudah memasukkan input data ke Disdukcapil Kota Jogja bagi waria yang tinggal di Sidomulyo, Kota Jogja. Namun sampai hari ini para waria ini belum ada yang mendapatkan KTP.

“Agustus tahun lalu dapat dari ngarso dalem agar dapat akses yang sama di DIY tapi belum selaras dengan di tingkat bawah. Diselesaikan dengan mekanisme yang ada. Tidak ada hambatan melalui asisten beliau itu sudah jelas tinggal ditindak lanjuti karena KTP hak dasar bagi warga negara untuk dapat akses ekonomi kesehatan,” katanya.

Rully mengatakan Kebaya mencatat waria melalui program yang menjangkau di spot mereka berkumpul. Sementara Iwayo mendata waria yang sudah tinggal berada di kota Jogja. Menurutnya dari gabungan data itu setidaknya da 365 waria yang ada di DIY. Namun hanya 128 waria saja yang sudah ber KTP. Hal ini mengacu pada pendataan waria yang akan mengakses BPJS saat itu.

“BPJS memerlukan akss dasar KTP kalo tidak bisa mengurus maka tiadk dapat jaminan kesehatan itu padahal 365 lembar kartu indonesia sehat hanya bisa diakses 128 lembar. BPJS sudah mengajukan Pemutihan dengan form 34 tidak ada orangnya padahal ada orangnya. 128 punya KTP dan tinggal di Jogja lainnya belum punya,” katanya

Ia mengatakan jika diliat dari datanya lebih dari 60% waria di Yogyakarta belum ber KTP. Padahal jika waria memiliki KTP, para waria bisa mengakses pendidikan. Karena banyak yang ingin sekolah lagi lewat kejar paket yang tentu membutuhkan KTP.

“60% benar. Ototmatis akses dasar kesempatan bisa belajar pendidikan tingkat dasar lanjut kejar paket itu memerlukan identitas diri lalu jika dapat pelatihan di luar indonesia tidak bisa mengurus pasport. Jangankan keluar ngeri di dalam negeri negeri saja tidak bisa,” katanya.

Menurutnya pemerintah sendiri berbeda pandangan soal orang terlantar seperti Dinsos dan Disdukcapil. Sehingga penting pendekatan yang kemprehensif untuk mengatasi masalah ini.

“Sangat disayangkan ketika pemerintah tidak melakukan pro aktif untuk mendata warga negara yang diajalan yang dari kecil tidak punya akte kelahiran banyak swadaya masyarakat lalu siapa yang tanggung jawab contoh Pemda Sleman mereka menyelesaikan masalah apa yang dikuatirkan nunggu apalagi. Mereka bisa menggandeng swasta untuk mendata itu,” katanya.

Ia mengasakan jika para waria tidak masalah dengan jenis kelamin yang diminta oleh pemerintah. Asal pemerintah ini mampu melakukan tugasnya dengan baik memfasilitasi para waria untuk mendapatkan KTP. Karena hukum harus bisa mengakomodir hal ini.

“Tidak ada masalah teman waria tidak masalah dicantumkan jeni s kelamin seara faktual mereka transgender. Tidak ada masalah dari jenis kelamin kalo masalah ilmuan termnologi bilogis itu tidak diamsalahkan teman teman. Saya sampai eropa di belanda dan tidak ada masalah,” katanya.

https://soundcloud.com/user-926112775/ktp-bagi-waria-4243/s-ChxUs

Batik Music Festival Siap Manjakan Ribuan Penonton

Previous article

#GIAcoustic Live Acoustic di ketinggian 35 ribu kaki

Next article

You may also like

1 Comment

  1. Permisi… apakah penulis mengetahui bagaimana perkembangan isu ini, bagaimana kemajuan kepemilikan KTP-el bagi waria Yogyakarta, apakah masih terkendala? Terimakasih

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News