Health

Studi Amerika : Corona Tidak Bertahan jika Terkena Matahari

0
studi corona
FOTO : satlantas Sleman

STARJOGJA.COM, Info – Sebuah studi pemerintah Amerika Serikat terhadap virus corona menunjukkan bahwa virus tersebut tidak bertahan lama di atas permukaan benda jika terkena sinar matahari.

“Virus ini mati lebih cepat di bawah paparan kelembaban atau panas,” ungkap wakil menteri Departemen Keamanan Dalam Negeri Bill Bryan pada konferensi pers di Gedung Putih, Kamis (23/4/2020), seperti dikutip Bloomberg.

Presiden Donald Trump sebelumnya menyatakan ketertarikannya terhadap kemungkinan cuaca musim panas akan mengakhiri wabah virus. Bulan Februari lalu, ia mengatakan bahwa suhu musim semi yang lebih hangat dapat mengurangi penyebaran.

Lebih dari 870.000 kasus virus corona dikonfirmasi di Amerika Serikat dan lebih dari 49.000 korban meninggal dunia. Sekitar 20.000 kasus baru teridentifikasi pada hari Kamis dalam 24 jam terakhir.

Bryan mengatakan penelitian baru di AS ini memberikan tips praktis bagi banyak orang Amerika, termasuk meningkatkan suhu dan kelembaban dalam ruangan yang berpotensi terkontaminasi untuk membunuh virus di permukaan benda.

Pada suhu 21 hingga 24 derajat Celsius dan kelembaban 80 persen di bawah sinar matahari musim panas, misalnya, penelitian menunjukkan virus akan bertahan hanya dua menit di permukaan berpori. Lingkungan kering, kata Bryan, mungkin memerlukan waktu lebih lama.

Baca Juga : Sinar UV Dapat Bunuh Corona? Cek ini

‘Cahaya Sangat Kuat’

Trump tampak tertarik oleh penelitian setelah presentasi Bryan.

“Seharusnya tubuh kita terkena sinar ultraviolet yang luar biasa atau cahaya yang sangat kuat,” kata Trump setelah presentasi Bryan. “Saya pikir itu belum diteliti tetapi Anda akan mengujinya.”

Para peneliti juga bisa membuat “membawa cahaya masuk ke dalam tubuh baik melalui kulit atau dengan cara lain,” kata Trump.

Pernyataan ini berbeda dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang telah memperingatkan agar tidak menggunakan lampu UV untuk mensterilkan bagian tubuh mana pun karena hal tersebut dapat dapat menyebabkan iritasi kulit.

Bryan juga mengatakan bahwa penelitian telah menunjukkan bahwa cairan pemutih dapat membunuh virus dalam air liur atau cairan pernapasan dalam lima menit dan isopropil alkohol dapat membunuhnya dengan lebih cepat. Trump menyarankan agar ada lebih banyak pengujian mengenai hal itu.

“Disinfektan itu mematikannya (virus) dalam semenit. Satu menit,” katanya. “Apakah ada cara kita bisa melakukan hal seperti itu dengan menyuntikkan ke dalam (tubuh)?” Dia mengatakan itu akan “hampir membersihkan. Ia masuk ke paru-paru dan menghasilkan banyak sekali di paru-paru. ”

Bukan Pengobatan

Pemutih adalah bahan kimia beracun dan dapat merusak paru-paru hanya dengan menghirupnya.

“Menghirup pemutih klorin benar-benar akan menjadi hal terburuk bagi paru-paru,” kata John Balmes, seorang ahli pernapasan Rumah Sakit Umum Zuckerberg San Francisco.

“Jalan napas dan paru-paru tidak dibuat untuk terpapar dengan aerosol desinfektan sekalipun,” ungkapnya, yang juga seorang profesor kedokteran di University of California San Francisco.

“Bahkan cairan pemutih atau isopropil alkohol tidak aman,” kata Balmes dalam sebuah wawancara telepon. “Ini konsep yang benar-benar konyol.”

Melakukan disinfeksi pada permukaan benda adalah praktik penting dalam pengendalian infeksi. Virus corona tidak bertahan lama di luar tubuh. Mencuci tangan dengan sabun sangat efektif dalam membersihkannya dan menghentikan penularan.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) telah memperingatkan untuk berhati-hati dalam membersihkan produk saat menggunakan pembersih dan desinfektan. Keracunan terkait cairan pembersih dan disinfektan meningkat secara signifikan pada bulan Maret.

Dalam salah satu kasus, seorang wanita harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengisi bak cuci dengan larutan pemutih, cuka, dan air panas untuk merendam sayurannya.

Masalah Cuaca

Di saat beberapa negara bagian AS mulai berencana untuk melonggarkan atau mencabut aturan pembatasan jarak sosial (social distancing), muncul pertanyaan penting apakah cuaca di musim panas dapat berdampak pada virus, dan apakah musim gugur dapat membawa wabah baru, seperti yang diperkirakan sejumlah ahli di dalam dan di luar pemerintah.

Cuaca dan sinar UV sering menjadi faktor penting dalam penularan penyakit menular. Penularan flu, misalnya, sering berkorelasi dengan suhu dingin dan udara kering. Satu studi menemukan bahwa di Eropa utara, suhu rendah dan indeks UV rendah bertepatan dengan puncak virus flu pada periode antara 2010 dan2018.

“Kami tahu bahwa virus pernapasan itu musiman. Covid-19 juga merupakan virus pernapasan, dan kami juga berharap dan mengantisipasi hal itu,” kata William Schaffner, seorang profesor penyakit menular di Vanderbilt University.

Tetapi, katanya, tidak semua virus corona menunjukkan variasi musiman yang kuat dan belum jelas apakah hal ini akan berubah.

Para ilmuwan terus meneliti virus corona baru, dan patogen itu telah menyebar di beberapa negara yang memiliki suhu suhu dan kelembaban tinggi. Singapura mengalami lonjakan kasus meskipun cuaca di sana panas dan lembab. Dan di negara maju, banyak orang menghabiskan banyak waktu mereka di dalam ruangan di ber-AC tanpa terkena sinar matahari langsung.

ilmuwan National Institutes of Health di gugus tugas Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan dalam wawancara televisi 9 April bahwa “orang tidak boleh berasumsi bahwa kita akan diselamatkan oleh perubahan cuaca. Anda harus berasumsi bahwa virus akan terus menyebar. “

Penelitian terhadap virus lain menunjukkan bahwa jenis sinar UV tertentu dapat bertindak sebagai semacam disinfektan. Sinar matahari mengandung tiga jenis sinar ultraviolet, dan salah satunya, UVC yang sering digunakan untuk mensterilkan peralatan medis. Di China ina dan Italia, robot disinfektan yang dilengkapi sinar UVC dilaporkan telah dikerahkan ke sejumlah rumah sakit.

Namun, beberapa penelitian menyatakan sebaliknya. Satu studi baru-baru ini tentang kota-kota di China Selatan, misalnya, menemukan bahwa panas dan sinar UV tampaknya tidak berdampak pada virus.

sumber : Bisnis

Elisa Granato Salah Satu Relawan Uji Coba Vaksin Corona

Previous article

Industri Kopi Olahan Diminta Tingkatkan Pemasaran Online

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Health