News

KRL Jogja Solo Harus Meningkatkan Kualitas Transportasi

0
jadwal commuter
KRL Yogyakarta Solo (KAI Commuter)

STARJOGJA.COM, Info – Arif Wismadi, peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan pengoperasian KRL Jogja – Solo yang menggantikan KA Prambanan Ekspres (Prameks) sementara ini hanya memiliki keunggulan dalam hal kecepatan. Terlebih apabila dibandingkan dengan waktu tempuh apabila menggunakan moda transportasi pribadi.

“Harus selalu dijaga tingkat competitiveness-nya. Kalau tol [Jogja – Solo] sudah tersambung, maka kecepatan akan menjadi tidak begitu kompetitif lagi. Kalau itu yang terjadi, maka kita harus jaga layanan di aspek lain,” jelas Arif kepada Bisnis, Kamis (4/3/2021).

Baca Juga : Presiden Resmikan KRL Yogya -Solo, Menhub Ingin KRL Ada di Kota Lain

Arif menjelaskan bahwa spesifikasi teknis KRL Jogja – Solo memiliki keunggulan secara akselerasi apabila dibandingkan dengan KA Prameks. Sehingga, pemberhentian kereta api dapat dilakukan di lebih banyak stasiun tanpa mengurangi kecepatan kereta. Namun, hal tersebut juga jadi tantangan bagi penyelenggara layanan. Pasalnya, dengan bertambahnya stasiun pemberhentian, maka waktu tempuh KRL Jogja – Solo juga bisa bertambah lama.

“Jangan sampai total [waktu tempuh] perjalanan terganggu. Waktu tempuh harus dipertahankan. Karena persepsi yang paling dasar ketika commuter sekarang dominan Jogja – Solo setelah menggunakan kereta baru kok jadi lebih lama, misalnya. Itu kan persepsinya yang baru kok lebih pelan?,” demikian jelasnya.

Oleh karena itu, Arif menyarankan agar pemberhentian kereta direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan.

“Karena kalau berhentinya terlalu lama, efeknya terhadap total waktu tempuh akan terasa. Jadi di pemberhentian yang penumpangnya tidak terlalu banyak, [waktu berhenti] harus dipersingkat,” tambahnya.

Arif juga menjelaskan bahwa permasalahan serupa juga dihadapi moda transportasi publik lainnya di DIY. Trans-Jogja misalnya, makin hari makin ditinggalkan masyarakat karena kalah saing dengan kecepatan kendaraan pribadi. Menurutnya, penyebab utamanya adalah belum adanya keberanian dari Pemerintah Provinsi DIY untuk membuat jalur khusus Trans-Jogja.

“Jogja belum berani untuk menggunakan jalur khusus. Dan separatornya itu sebenarnya perlindungan uang masyarakat. Artinya, kalau [Trans-Jogja] dibiarkan bercampur [dengan kendaraan pribadi di jalanan] dan macet, maka akan terjadi penundaan. Efeknya ada pada frekuensi [keberangkatan] dan waktu perjalanan,” jelasnya.

Peningkatan kualitas layanan tersebut diperlukan agar dapat menarik minat masyarakat untuk beralih ke moda transportasi umum. Pasalnya, berdasarkan data Pemerintah Provinsi DIY, sepanjang tahun 2015 – 2019, jumlah penumpang Trans-Jogja terus mengalami penurunan. Pada tahun 2015, jumlah penumpang Trans-Jogja mencapai 6.468.678 penumpang per tahun. Sedangkan, pada tahun 2019, jumlahnya menurun drastis hingga berada di angka 5.282.737 penumpang .

“Mungkin sekarang mereka [Trans-Jogja] hanya menjaga ketepatan waktu. Janji waktu. Karena tidak bisa menjaga kecepatan. Padahal, janji waktu bukan sesuatu yang ditargetkan karena dua-duanya harusnya jadi target,” jelas Arif.

No. Tahun Jumlah Penumpang / Tahun 1. 2015 6.468.678 2. 2016 6.409.205 3. 2017 5.317.484 4. 2018 5.880.610 5. 2019 5.282.737 Tabel jumlah penumpang Trans-Jogja pada tahun 2015 – 2019

Sumber : Bisnis.com

Warga Kricak Ingin Jalan Jambon Mulus Lagi

Previous article

Peneliti Mengembangkan Obat Setop Flu dan Covid-19

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News