Pendidikan

Kolaborasi Interprofesi Terbukti Tingkatkan Mutu Layanan Kesehatan

0
kolaborasi interprofesi
Perdana menteri Belgia Sophie Wilmes mendapatkan sambutan dingin ketika mengunjungi salah satu rumah sakit pada Sabtu(16/5/2020). Tenaga kesehatan memunggungi kedatangannya di Rumah Sakit Sint-Piter yang terletak di Brussels. - Istimewa

STARJOGJA.COM, Info – Praktik kolaborasi interprofesi/interprofessional collaboration practice (IPCP) terbukti dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Kendati begitu belum banyak fasilitas layanan kesehatan yang mengimplementasikan praktik tersebut, khususnya dalam tatalaksana untuk ibu hamil dengan kelainan jantung.

“Ada beragam faktor yang menghambat implementasi praktik kolaborasi interprofesi, mulai faktor individu, faktor kelompok, hingga faktor organisasi,” urai dr. Suryani Yuliyanti, M.Kes, saat menjalani ujian terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran & Kesehatan, FKKMK, Kamis (29/7) secara daring.

Mempertahankan disertasi berjudul Implementasi Praktik Kolaborasi Interprofesi pada Pelayanan Rujukan Maternal di Rumah Sakit Islam Sultan Agung dan Jejaring Rujukannya, Suryani menjelaskan dari penelitian yang dilakukannya diketahui Integrated care pathways (ICPs) dalam pelayanan rujukan ibu hamil dengan kelainan jantung yang telah disusun dalam penelitian ini belum dapat diimplementasikan pada rumah sakit dan jejaring rujukannya.

Baca juga : Paku Alam X Pantau Layanan Vaksinasi Massal di GOR UNY

Meskipun sebagian besar profesi kesehatan setuju bahwa ICPs penting dan sesuai untuk diterapkan pada ibu hamil dengan kelainan jantung. Pola kolaborasi yang terbentuk masih dalam level konsultatif.

Hambatan dalam implementasi tersebut berasal dari berbagai faktor. Pertama, faktor individu seperti karakter, kompetensi dan komunikasi antar profesi. Kedua,faktor kelompok seperti keterbatasan tenaga baik secara kuantitas maupun kualitas dan hierarki/senioritas). Ketiga, faktor organisasi meliputi leadership, motivasi, kebijakan organisasi, fasilitas pendukung dan aplikasi sistem informasi kesehatan yang kurang user friendly.

“ICPs pada pelayanan rujukan untuk ibu dengan kelainan jantung sesuai dan dapat diterima oleh para profesi kesehatan. Namun begitu belum feasible untuk diterapkan disebabkan berbagai hambatan terkait faktor individu, kelompok, organisasi dan kebijakan yang belum mendukung,”paparnya.

Dari faktor eksternal organisasi, dikatakan Suryani dipengaruhi adanya skema pembiayaan JKN yang membatasi kolaborasi multidisiplin dalam pelayanan rawat jalan. Selain itu, pandemi Covid-19 menurunkan jumlah pasien sehingga ICPs belum dapat
diimplementasikan.

Bayu

Bahaya Perut Buncit Jika Tidak Segera Ditangani

Previous article

50 Ribu Anak Sekolah di Bantul Dapat Bantuan Kemensos

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Pendidikan