News

Pengamat : Kebijakan Masuk Sekolah Pagi Berdampak Buruk bagi Siswa

0
posko PPDB
Ilustrasi sekolah

STARJOGJA.COM, Info –  Kebijakan penerapan jam masuk sekolah pukul 05.30 WITA pagi dari Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) dikritik banyak pihak. T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog Pengamat Perkembangan Anak dan Remaja, dan Pendidikan dari Fakultas Psikologi UGM menyebut penerapan kebijakan masuk sekolah pagi itu akan kurang bijaksana dan kurang komprehensif.

“Dalam kajian perkembangan dan pendidikan sampai saat ini belum ada studi yang menjustifikasi jika sekolah dimulai lebih pagi dan menambah lama jam sekolah memiliki signifikansi terhadap etos belajar, kedisiplinan, dan prestasi siswa. Dengan begitu kebijakan ini kurang bijaksana,”paparnya, Kamis (2/3).

Menurutnya, kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak buruk jika tetap dijalankan dan tidak segera dilakukan mitigasi. Kebijakan sekolah masuk lebih pagi bisa berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi siswa. Dari sisi fisik, masuk sekolah lebih pagi akan mempengaruhi kualitas tidur sehingga berpengaruh pada kondisi fisik anak.

Sementara itu, penambahan jam sekolah akan mengakibatkan kelelahan kronis pada anak yang bisa menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih rentan terserang penyakit. Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi fokus belajar anak.

“Masuk lebih pagi, terburu-buru, dikhawatirkan anak-anak jadi tidak sempat sarapan atau sarapan namun kurang berkualitas sehingga mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah,”imbuhnya.

Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan ini mengatakan kebijakan masuk sekolah pagi juga akan berpengaruh pada emosi anak karena harus bangun lebih pagi yang tentunya bukan menjadi hal yang mudah. Demikian halnya dengan orang tua, yang bisa tersulut emosinya ketika menjumpai anak-anak belum siap.

“Akan banyak berpotensi memunculkan problem emosi, yang seharusnya berangkat dengan emosi positif penuh harapan dan motivasi. Namun justru diawali dengan emosi negatif. Belum lagi kalau terlambat anak akan menerima hukuman, disini anak-anak juga bisa timbul emosi dan begitu juga gurunya emosi karena capek,”urainya.

Menurutnya, ada lingkaran persoalan emosi negatif yang dimunculkan dalam kondisi ini. Apabila hal tersebut berlangsung dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menurunkan motivasi belajar siswa dan mengajar guru.

Kebijakan tersebut juga mempengaruhi aspek kognitif pada anak. Novi menjelaskan bahwa otak manusia akan berfungsi secara optimal jika kondisi seluruh tubuh berada dalam keadaan fit dan bahagia. Jika hal itu tidak terjadi maka otak tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga berkontribusi pada penurunan kualitas numerasi, literasi, serta pengambilan keputusan.

Karena masuk sekolah lebih pagi, dikatakan Novi anak-anak menjadi kehilangan waktu untuk bersosialisasi dengan keluarga. Demikian pula dari sisi keamanan, kebijakan ini masih kurang tepat.

“Kalau masuk lebih pagi kan masih gelap. Ini perlu dipikirkan keamanannya, terutama daerah-daerah pinggiran yang jalanannya masih sepi kan bahaya,” tuturnya.

Lebih lanjut Novi mengatakan kebijakan masuk sekolah pagi untuk mendorong kedisiplinan siswa pada realitanya tidak tercapai. Dari pantauan yang dilakukan oleh Kompas.id ada sekitar 96,16 persen siswa yang terlambat di SMA N 1 kota Kupang pada Rabu (1/3).

“Kebijakan tersebut juga kurang empati dan komprehensif karena tidak mempertimbangkan kondisi sosial siswa dan guru. Dari investigasi beberapa media tercatat tidak semua anak punya kendaraan sendiri sehingga harus menyewa lebih mahal ada juga orang tua yang mengeluh tidak bisa pergi bekerja karena harus mengantar anaknya dahulu. Kebijakan ini jadi kurang terlihat memanusiakan,”jelasnya.

Novi kembali menegaskan bahwa kebijakan yang ditetapkan pemprov NTT kurang tepat sebagai upaya untuk mendorong kedisiplinan, etos belajar, produktivitas, dan prestasi pada siswa. Menurutnya, memajukan jam masuk sekolah bukanlah satu-satunya cara untuk mewujudkan hal-hal tersebut. Cara yang dirasa efektif untuk membentuk kultur belajar di sekolah adalah yang memfasilitasi kodrat-kodrat manusia yang berupa rasa keingintahuan, dialog, serta kreativitas.

“Untuk meningkatkan disiplin, etos belajar, dan prestasi pada siswa remaja ini yang dibutuhkan adalah motivasi atau kesadaran dalam diri siswa. Kalau di sekolah dibangun rasa ingin tahu, belajar berdasar kasus, eksperimen, maka akan-anak akan dengan sadar dan punay motivasi belajar,”jelasnya.

Rasa keingintahuan pada siswa ini dikatakan Novi perlu dibangun melalui dialog. Sebab siswa masih berada dalam tahapan usia remaja yang sedang berkembang menemukan identitas diri. Dengan sering melakukan dialog dengan guru diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri akan pentingnya disiplin maupun belajar. Sayangnya, sekolah di Indonesia saat ini masih minim dalam membangun dialog dan rasa ingin tahu pada siswa.

Novi menyebutkan upaya membangun kreativitas dan memfasilitasi pengembangan imajinasi pada siswa juga perlu diupayakan.

“Problem anak sekarang ini 79% itu karena kebosanan. Kalau jam pelajaran ditambah justru akan menambah kebosanan anak yang akan menurunkan motivasi belajar sehingga bagaimana menciptakan kultur baru yang memperhatikan kodrat-kodrat manusia perlu dipikirkan,” katanya.

 Sumber :  Humas UGM

Baca juga : DIY Buat Sekolah Percontohan Sebelum Pembelajaran Tatap Muka

Bayu

BMKG : DIY Hadapi Potensi Hujan Lebat Dan Angin Kencang

Previous article

Suka Pamer Hidup Mewah? Waspadai Jiwa Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News