JogjaKUSejarah

Nyadran, Tradisi di Bulan Ruwah Masyarakat Jawa

0
Tradisi Nyadran Masyarakat Jawa
Tradisi Nyadran Masyarakat Jawa

STARJOGJA.COM, Nyadran adalah tradisi masyarakat yang masih mengakar kuat dalam kebudayaan Jawa. Tradisi ini biasa dilakukan untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan.

Nyadran merupakan tradisi yang tercipta dari proses akulturasi antara budaya Jawa dengan budaya Islam. Selain untuk menghormati leluhur, Nyadran selalu dilaksanakan setiap tahun untuk melestarikan tradisi tersebut secara turun-temurun.

Nyadran memiliki prosesi dan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda di setiap wilayah.

Mengutip laman Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Nyadran adalah suatu tradisi mendoakan leluhur yang sudah meninggal. Nyadran atau Sadranan adalah tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan di bulan Sya’ban atau Ruwah untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.

Pelaksanaan tradisi Nyadran ditujukan untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggalkan dunia dan untuk mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian. Nyadran juga dijadikan sebagai sarana guna melestarikan budaya gotong royong sekaligus upaya untuk menjaga keharmonisan masyarakat melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama).

Sejarah Nyadran

Dikutip dari laman Pemkot Surakarta, tradisi Nyadran telah dilakukan sejak zaman Hindu-Budha sebelum Islam masuk dan berkembang di Indonesia. Pada tahun 1284, terdapat tradisi yang serupa dengan Nyadran yang disebut dengan Sradha. Meskipun sama-sama memberikan sesaji dan penghormatan kepada arwah orang yang telah meninggal, Sradha hanya dilakukan untuk memperingati kepergian Raja.

Seiring perkembangan zaman, tradisi Sradha kemudian diterapkan oleh seluruh kalangan dan mendapat banyak pengaruh dari ajaran Islam. Pujian-pujian yang biasa dilantunkan dalam Sradha pun diganti dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, zikir, tahlil, dan doa.

Waktu Pelaksanaan Nyadran

Dikutip dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Nyadran biasanya diselenggarakan satu bulan sebelum dimulainya puasa Ramadhan yaitu pada tanggal 15, 20, dan 23 Ruwah.

Sedangkan dikutip dari laman Pemkot Surakarta, Nyadran biasanya dilaksanakan pada setiap hari ke-10 di bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya’ban. Meski dilaksanakan pada waktu yang berbeda-beda di setiap wilayah, Nyadran pada umumnya dilaksanakan pada bulan Ruwah untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan.

Prosesi Nyadran

Tradisi Nyadran terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan tergantung wilayah dan adat masyarakat setempat.

Namun pada umumnya prosesi Nyadran terdiri dari:

  • Besik atau membersihkan makam leluhur secara gotong royong dari kotoran dan rerumputan.
  • Kirab atau arak-arakan peserta Nyadran menuju ke tempat upacara adat dilaksanakan.
  • Ujub atau menyampaikan maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.
  • Doa atau kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh Pemangku Adat.
  • Kembul Bujono dan Tasyakuran atau prosesi makan bersama. Seluruh lapisan masyarakat yang hadir makan bersama dengan saling bersenda gurau untuk mengakrabkan diri.

Nyadran menjadi ekspresi rasa gembira, bungah, dan syukur atas kehadiran Ramadhan. Oleh karena itu, Nyadran harus dilestarikan sebagai salah satu kearifan lokal.

Baca juga : Star Insight Januari 2024

TWICE Pecahkan Rekor Penjualan Album ‘With YOU-th’

Previous article

Benarkah Minum Pakai Sedotan Bikin Wajah Cepat Keriput?

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in JogjaKU