STARJOGJA.COM, Info – Ahmad Muhibbuddin, jemaah haji asal Indonesia membagikan kisah saat menghadiri pemakaman KH Maimun Zubair atau Mbah Moen di Ma’la Makkah Arab Saudi pada Selasa (6/8/2019) lalu.
Pertemuannya dengan orang Australia yang mencari keberadaan Mbah Moen di Pemakaman Ma’la Makkah menunjukkan bahwa kepergian ulama kharismatik tersebut juga menjadi kehilangan bagi orang dari luar Indonesia.
Bagi orang biasa yang tidak memiliki akses khusus, hanya punya 2 pilihan untuk mengikuti prosesi pemakaman. Yakni menyalatkan Mbah Moen di Masjidilharam atau menunggu di Pemakaman Ma’la agar bisa mengantar beliau ke tempat peristirahatan terakhir.
Baca Juga : Kisah Wafatnya Mbah Moen di Makkah
Saya memilih yang kedua. Ke Ma’la Makkah bersama Hery Trianto, Pemred Bisnis Indonesia yang sedang cuti haji, dan Pak Bambang, salah satu petinggi PLN. Kami berangkat lebih awal dan salat zuhur dulu di Masjid Jin yang berjarak selemparan batu dari Ma’la.
Setelah mendapatkan info dan sinyal kepastian tempat Mbah Moen akan dimakamkan, kami berdiri di dekat pintu masuk, dekat kedai kopi machiato. Bersua juga dengan kawan detik.com Ardi Suryadi di samping kedai. Sayang saat mau ngopi keburu tutup karena baristanya harus salat zuhur dulu.
“Anda petugas di sini? Saya ingin dapat info kepastian di sebelah mana Kyai Maimun dimakamkan,” tanya seorang berperawakan bule bergamis kuning dalam Bahasa Arab ‘sekolahan’.
“Saya bukan petugas. Tapi Anda berada di lokasi yang tepat. Sebentar lagi jenazah akan tiba. Ini mobil para pejabat sudah terparkir di sekitar sini,” jawab saya seraya menunjuk mobil dubes RI yang diparkir tak jauh dari tempat saya.
“Ini anak saya. Kami dari Lebanon tapi tinggal di Australia. Saya pernah sowan ke Mbah Moen,” ungkap si Bapak sambil memperkenalkan pemuda di sampingnya.
Dia kemudian mencari sesuatu di ponselnya. Akhirnya ditunjukkan sebuah foto saat dia berdua bersama Mbah Moen. Di file JPEG itu muncul informasi bahwa gambar itu diambil pada Januari 2018.
“Saya ingin mengantar beliau ke pemakaman.” Kami pun bergabung dengan ribuan orang lain yang mulai berduyun-duyun memasuki area Ma’la begitu pintu makam dibuka.
Sesaat kemudian, sebuah titik tempat pusara Mbah Moen akan dimakamkan sudah dikerumunin orang. Terlihat beberapa tokoh ada di dekat dan sekitar liang lahat, termasuk Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dan tim.
Sambil menunggu jenazah tiba, tanpa dikomando, kami yang berdiri di sekitar liang lahat melafalkan kalimah tahlil. Ada sebuah tangga menjulur ke dalam liang.
Setengah jam berlalu, tak tahan panas, saya ingin berteduh menuju tenda arah pintu masuk makam. Belum sampai di tenda, sudah datang kerumunan orang menandu keranda jenazah berselimut biru.
“Bukan. Bukan.” Ujar seseorang menjelaskan kalau jenazah yang diusung ini bukan Mbah Moen. Jenazah betutup kain biru itupun berlalu ditandu orang-orang arab yang ada di situ.
Tak lama berselang, dari arah pintu masuk kembali muncul rombongan penandu jenazah. Kali ini jumlahnya lebih banyak. Berselimut kain hitam jenazahnya.
Tidak salah lagi. Ini dia yang dinanti. Kami yang dari tadi berdiri menyongsong menjemput keranda. Baru saja tangan ini menyentuh pinggir keranda, tiba-tiba berhenti.
“Ini kesempatan terakhir. Bagi yang ingin menyalatkan Mbah Moen silakan,” ujar seseorang bergamis putih berpeci haji. Kami pun menyalatkan jenazah Mbah Moen untuk terakhir kalinya sebelum dimakamkan.
Alhamdulillah, Allah beri kesempatan kami yang tak sempat ikut menyalatkan di Masjidilharam selepas zuhur tadi. Pengalaman pertama salat jenazah di pemakaman, mengantar Almaghfurlah, Mbah Moen.
Selaksa doa terpanjat bukan hanya dari kami dari Indonesia. Murid-muridmu di negara lain juga berduka dan mengantarmu dengan doa.
Sugeng kundur Mbah Moen…
Comments