News

Tragedi Kanjuruhan, 13 Kelompok Suporter Berkumpul di Titik Nol Kilometer 

0
tragedi Kanjuruhan
Ratusan suporter dari berbagai kelompok berkumpul memegang lilin saat doa bersama mengenang Tragedi Kanjuruhan di Titik Nol Kilometer, Jogja, Minggu (2/10/2022). - Istimewa
STARJOGJA.COM, Info – Perwakilan 13 kelompok suporter sepak bola yang ada di DIY berkumpul di kawasan Titik Nol Kilometer, Minggu (3/10/2022) malam WIB untuk berdoa dan merenung terkait tragedi Stadion Kanjuruhan, Sabtu (2/10/2022) yang menewaskan ratusan pendukung Arema FC. Tragedi itu menjadi duka bagi semua pencinta sepak bola.

Sekitar pukul 21.00 WIB di tengah gerimis mereka mulai dengan menyalakan lilin dan berdoa tanpa menggunakan atribut kelompok suporter.  Sesaat setelah khusyuk hening, seseorang tampil berbicara. Pemuda tanggung yang tak mau disebutkan namanya itu pun berkisah.

Dia adalah seorang Aremania, yang menjadi saksi Tragedi Kanjuruhan. Dia mengisahkan bagaimana ngerinya teror saat ia berada di dalam Stadion Kanjuruhan malam itu.

Baca juga : Ini 5 Tragedi Sepak bola di Dunia

Bagaimana dia dan sesama penonton lainnya harus berjuang meraih pintu keluar terdekat untuk bisa keluar dari “neraka” itu.

“Kawan kami itu memang sengaja datang untuk bisa mengisahkan bagaimana yang sebenarnya terjadi di Kanjuruhan,” kata salah seorang inisiator kegiatan doa bersama tersebut, M. Haris Anta, Senin (3/10/2022).

Apa yang dikisahkan oleh kawannya itu, menjadi bahan renungan bagi semua suporter yang hadir malam itu. Mereka seperti disadarkan bahwa memang tak ada apapun yang berharga selain nyawa, termasuk itu salah satunya adalah sepak bola.

“Setidaknya, lewat acara semalam, kami seperti kembali disadarkan, rivalitas tak lebih dari 90 menit saja, selebihnya, kami adalah sama-sama bagian dari masyarakat DIY,” kata Anta yang juga anggota Jogjarema itu.

Itulah sebabnya, sebagai suporter Arema FC, dia mengucapkan terima kasih kepada seluruh kelompok suporter di DIY yang bersedia hadir dalam acara tersebut.

“Meski awalnya kami berharap tanpa atribut, tetapi tak masalah. Kami tetap angkat topi setinggi-tingginya kepada kawan-kawan suporter semua yang hadir,” ucap Anta.

Rivalitas

Lebih dari sekadar doa bersama, kegiatan malam itu menjadi bahan renungan sekaligus refleksi atas apa saja yang terjadi di dunia sepak bola Tanah Air beberapa waktu terakhir.

Tak usah bicara lingkup nasional, di DIY saja, masih melekat di ingatan, dalam sebulan ada dua suporter meninggal dunia akibat rivalitas dan fanatisme yang sempit.

Rivalitas dalam sepak bola adalah niscaya. Tak ada sepak bola tanpa rivalitas. Setiap kelompok suporter mengakuinya.

Tetapi bagi Anta, rivalitas itu seharusnya tumbuh tanpa harus membunuh. Rivalitas itu harus menjadi menjadi ekspresi kecintaan tanpa harus menjadikan rival sebagai korban.

Anta menegaskan, selama ini pihaknya selalu berupaya membangun komunikasi yang baik dengan sejumlah kelompok suporter lainnya, termasuk Bonek Korwil Jogja (sebutan kelompok pendukung Persebaya yang berada di DIY).

“Komunikasi kami [dengan BKJ] selama ini baik-baik saja. Tak ada masalah. Kami berharap semua kelompok suporter yang lain pun sama. Harapannya agenda semalam bisa menjadi gerbang pembuka komunikasi antar kelompok,” kata Anta.

Senada, perwakilan dari Ultras Garuda, kelompok suporter Timnas Indonesia di DIY, Embun Bening mengatakan kegiatan doa bersama yang digelar di kawasan Titik Nol Kilometer tersebut menjadi sarana refleksi bagi pihaknya untuk merenungkan kembali rentetan insiden yang terjadi di dunia sepak bola Tanah Air.

Tak cuma yang terjadi di DIY dan Malang, sejumlah insiden tak mengenakkan yang terjadi sepanjang Liga 1 musim ini digelar, diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi dan renungan bersama.

“Harapan kami sih memang acara semalam bisa menjadi pembuka pintu silaturahmi semua kelompok suporter tanpa terkecuali. Rivalitas boleh, tetapi persaudaraan jauh lebih penting,” kata perempuan yang juga anggota Bonek Jogja itu.

Harapan yang sama juga diutarakan oleh Presiden DPP Brajamusti, kelompok suporter PSIM Jogja, Muslich Burhanudin.

Pria yang akrab disapa Pak Tole itu berharap Tragedi Kanjuruhan bisa menjadi momentum rekonsiliasi seluruh elemen sepak bola nasional.

Menurut dia, kemanusiaan di atas segala-galanya.

“Saya berharap semua elemen melepaskan egonya masing-masing. Ini saatnya seluruh suporter saling bergandengan tangan agar tidak ada insiden menyedihkan lagi kedepannya,” kata dia.

Bagaimanapun, kata dia, warisan perdamaian untuk generasi berikutnya adalah hal baik yang harus diupayakan saat ini.

“Pemutusan rantai rivalitas yang merugikan bisa dimulai dari diri kita sendiri mulai saat ini,” ucap Pak Tole.

 
 

 

Sumber : Harian Jogja

Bayu

Tinggi kubah lava Merapi bertambah sekitar satu meter

Previous article

Konser Westlife Gagal, Rajawali SIap Ganti Tiket 100 Persen

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News