News

Mewujudkan Lingkungan yang Nyaman bagi Anak 

0
lingkungan nyaman anak
mewujudkan lingkungan yang nyaman bagi anak

STARJOGJA.COM, Info – Daerah Istimewa Yogyakarta  masih banyak anak-anak yang mengalami permasalahan sosial, seperti berhadapan dengan hukum sejumlah 222 kasus, belum termasuk yang tak terdata. Anak jalanan, korban tindak kekerasan, terlantar, dan disabilitas, sekitar 2000 lebih kasus. Dinas Sosial DIY, Suparmin mengatakan, agar anak-anak bisa bertumbuh kembang dengan baik sesuai dengan usianya, dibutuhkan lingkungan yang baik pula tentunya. Namun, ini bukan hanya menjadi tanggung jawab keluarga, pemerintah, lembaga terkait, tetapi tanggung jawab bersama.

“Dibutuhkan peran seluruh pihak, tidak hanya keluarga itu sendiri. Tetapi masyarakat harus ikut peduli terhadap permasalahan anak yang ada. Kalau yang sudah baik, ya kita tingkatkan. Tetapi yang belum baik di sini, ini yang harus kita tangani bersama. Tidak mungkin Dinas Sosial bisa menangani sendiri. Tidak mungkin nanti dari Provinsi yang menangani sendiri. Makanya ini semua kita harus bergandeng tangan,” jelasnya pada Star FM.
Tren yang akhir-akhir ini cukup masif ialah kasus-kasus tindak kekerasan di sekolah, korbannya pun cukup banyak. Selain itu, terdapat pula temuan anak-anak sudah mulai terkena masalah narkoba. Hasil temuan kasus didapatkan anak Sekolah Dasar sudah menjadi pengonsumsi, bahkan menjadi kurir narkoba. Hal ini tentu sangat memerlukan kepedulian bersama.

Sehubungan dengan adanya momentum peringatan Hari Anak Nasional, sudah seharusnya hari ini diperingati dengan tujuan untuk menggugah dan mengingat hak- hak anak, apa yang dibutuhkan, bagaimana cara pemenuhannya, dan upaya-upayamengoptimalkan tumbuh kembang anak, karena anak merupakan masa depan bangsa. Jangan sampai nanti anak-anak terjerumus pada permasalahan-permasalahan yang seharusnya tidak dialami.

Suparmin juga mengatakan, hak dasar anak ada empat, dan semuanya wajib anak dapatkan untuk mendukung tumbuh kembangnya. Pertama adalah hak untuk kelangsungan hidup, setiap anak punya hak bagaimana dia mendapatkan hak hidupnya. Kedua, hak perlindungan dari tindak kekerasan, eksploitasi, pelecehan dan perlindungan dari hal-hal yang tidak seharusnya dialami oleh anak.

Ketiga, hak untuk tumbuh kembang sesuai dengan usianya, jangan sampai anak-anak yang masih kecil sudah mendapatkan pendidikan yang tidak seharusnya. Terakhir, hak untuk berpartisipasi, jangan sampai anak itu hanya menjadi objek, tetapi anak harus menjadi subjek dari dirinya sendiri untuk bisa tumbuh lebih baik, secara mental, sosialnya, fisik, dan lain sebagainya.
Ketua 1 Yayasan Lembaga Perlindungan Anak DIY, Dr. Indria Laksmi Gamayanti mengatakan, anak juga biasanya menjadi korban situasi, sehingga anak menjadi bermasalah.

“Sebetulnya anak ini juga korban sebuah situasi yang membuat dia menjadi akhirnya terdorong untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Entah itu mengkonsumsi narkoba, mencuri, melukai temannya, ataupun kejahatan kenakalan jalanan anak dan remaja yang sekarang ini begitu marak. Supaya anak-anak bisa kembali lagi semangat untuk terus melanjutkan kegiatan belajarnya, hidupnya. Saya kira perhatian seluruh elemen masyarakat, dan dinas-dinas yang terkait juga, menjadi sangat perlu. Anak- anak ini butuh direngkuh,” jelasnya.
Guna mencegah dan menangani permasalahan anak, Dinas Sosial memiliki tiga balai untuk langsung mengatasi permasalahan anak. Pertama, Balai Rehabilitas Sosial dan Pengasuhan Anak untuk menangani anak-anak yang ditelantarkan. Kedua, balai Perlindungan dan Rehabilitas Sosial untuk menangani remaja, ataupun masih dalam kategori anak yang bermasalah dengan hukum, atau berhadapan dengan hukum. Di balai ini, korban diberikan pendampingan.

Ketiga, Balai Perlindungan dan Rehabilitas Wanita untuk anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasaan, sampai hamil dan sebagainya. Di sana, korban diberikan perlindungan agar tetap bisa membangun kehidupannya secara lebih baik. BPRSW juga mempunyai inovasi baru bernama Program Pandu Persada. Pandu Persada dimaksudkan untuk penanganan terpadu permasalahan anak dan keluarga.

Program Pandu Persada nantinya melibatkan berbagai sektor, baik di pemerintahan, lembaga-lembaga dan masyarakat di tingkat Provinsi dan Kabupaten, dan kota. Tujuan program ini ialah untuk memberdayakan keluarga, menguatkan, mendamaikan, dan merehabilitasi anak, sehingga keluarga dan anak ini sama-sama berdaya, serta bisa berkumpul kembali secara lebih cepat.

YLPA juga beberapa kali melakukan bimbingan pada keluarga. Para orang tua yang anak-anaknya bermasalah kemudian dikumpulkan, dan diberi semacam pelatihan. YLPA bahkan melaksanakan kunjungan dari ke rumah-rumah untuk memberikan edukasi pada orang tua.

Namun, terlepas dari itu, kegiatan ini harus disertai kerja sama dengan pihak sekolah, karena anak-anak masih membutuhkan pendidikan. Kadang terjadi, anak-anak yang bermasalah justru dikeluarkan dari sekolah. Hal ini akhirnya menimbulkan persoalan baru, terlebih anak memang sebetulnya memiliki hak atas pendidikan. Jadi, tak seharusnya masalah pendidikan dihentikan. Laksmi Gamayanti menjelaskan, sekolah mempunyai peranan penting untuk bersama-sama merengkuh anak-anak.

“Hasil penelitian yang kami lakukan di YLPA, anak-anak pelaku tindak kekerasan, persentasenya cukup besar, bahwa mereka mengatakan terpicu untuk melakukan kekerasan ini karena dorongan dari teman-teman sekolah, teman-teman sebaya yang ada di sekolah, selain dari lingkungan. Jadi, saya kira ini merupakan hal yang penting juga untuk betul-betul kita pikirkan bersama,” katanya.

Masalah serius di DIY mengenai anak-anak sangat kompleks, tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Tetapi, memang paling banyak ialah anak-anak yang terlantar, faktornya bisa bermacam-macam sebab. Pertama, karena kondisi orang tua yang dalam kondisi ODGJ. Kedua, karena korban perceraian dari orang tuanya. Ketiga, anak yang lahir di luar nikah. Faktor penyebabnya lebih banyak karena lingkungan keluarga. Sehingga, tidak hanya anak saja yang disalahkan, tetapi juga bagaimana anggota masyarakat ikut berperan untuk membimbing anak.
Selain itu, tokoh pemuda juga wajib merengkuh anak-anak yang ada di lingkungan mereka. Misalkan ada anak dari keluarga yang tidak harmonis, maka jangan biarkan anak tersebut berkembang sendiri dengan lingkungan yang tidak baik, tetapi libatkan dan gandeng untuk punya kreasi. Sehingga, diharapkan anak punya wadah untuk mengoptimalkan potensi dirinya. Ketika ia punya kesempatan seperti ini, hal-hal negatif bisa dicegah.

Menurut Suparmin, di DIY, anak dengan disabilitas cukup tinggi datanya, yakni di angka 2000. Terkadang, orang tua yang memiliki anak disabilitas tidak sepenuhnya menerima dengan hati. Bahkan ada yang malah disembunyikan dan merasa malu, padahal seharusnya tidak. Suparmin juga mengatakan, anak seharusnya punya nilai- nilai tersendiri, tidak semua anak, karena bagaimanapun ia adalah titipan yang Maha Kuasa.

“Kalau untuk anak-anak yang disabilitas ini butuh pendampingan yang lebih. Tidak  seperti anak-anak pada umumnya, bisa kita sekali dampingi sudah bisa jalan.Tetapi butuh pengakuan juga dari lingkungan. Misalkan anak yang, mohon maaf ya, dari kemampuan pikirnya rendah, terus nanti di masyarakat jadi bahan olok-olokan. Sehingga bukannya semakin baik, tetapi semakin buruk bagi tumbuh kembang. Orang tuanya pun malu. Nah ini butuh kepedulian kita,” paparnya.

Banyak juga ditemukan, kasus anak korban gawai. Terkadang, anak yang masih bayi sudah diberikan gawai oleh orang tuanya agar tidak mudah menangis. Padahal, anak justru makin tidak bisa lepas dari gawai hingga menjadi kecanduan. Di usia ini, anak seharusnya lebih banyak belajar, istirahat, berkreasi dan sebagainya. Kalaupun anak memegang gawai, tetap harus terkontrol penuh oleh orang tua.

Pembatasan kapan waktunya belajar, bermain secara sosial dengan lingkungan, membantu orang tua meskipun itu hanya sifatnya untuk latihan, sangat diperlukan. Ini

yang sekarang butuh perhatian khusus dalam mencegah anak-anak menjadi korban penggunaan gadget yang salah. Laksmi Gamayanti mengatakan, sesuai kesepakatan ahli anak internasional bahwa anak di bawah usia dua tahun, sebaiknya tidak sama sekali terpapar pada audio visual electronic devices. Menurutnya, ketika anak banyak bermain dengan gawai, dapat menginspirasi untuk melakukan hal-hal yang negatif.

“Sekarang juga banyak terjadi pada anak-anak adalah perundungan atau bullying. Baik melalui media, maupun di sekolah. Nah ini kan juga sesuatu yang perlu dicegah ya. Untuk itu, memang saya kira pendidikan dan pengasuhan yang berkesadaran rasa, ini betul-betul sangat perlu untuk ditanamkan sejak kecil, juga bagaimana lingkungan fisik, sosial, dan psikologis. Ini yang juga betul-betul perlu untuk diperhatikan,” katanya.

Dinas Sosial DIY mengajak masyarakat untuk menciptakan lingkungan keluarga dan tempat tinggal yang baik, ramah dan mendukung tumbuh kembang anak. Sehingga anak-anak bisa tumbuh dengan memiliki jiwa budi pekerti yang luhur.

Penulis : Mala Prathami Kusnadi

Bayu

 Bantul Targetkan Angka Kemiskinan Turun hingga 10 Persen di 2025

Previous article

Cintai Diri Sendiri, Yuk Berhenti Jadi People Pleaser

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News