Kab BantulNews

Bayi dan Ibunya Meninggal, Diduga Pelayanan Kesehatan Tidak Optimal

0
bayi kelainan jantung
Foto : BBC

Wajah pelayanan kesehatan di Bantul kembali tercoreng. Kali ini terjadi di kawasan Kecamatan Dlingo. Seorang ibu dan bayinya meninggal dalam selang waktu 2 jam. Diduga meninggalnya mereka lantaran lambannya pemeriksaan medis oleh puskesmas.

Buyar sudah mimpi Eliyanto, lelaki Dusun Salam Desa Temuwuh Kecamatan Dlingo menimang seorang putra. Tinggal selangkah lagi, takdir membuyarkan mimpinya itu.

Tak hanya mimpi menyandang status ayah baru, takdir juga memaksanya kehilangan Puji Lestari, perempuan yang ia nikahi belum lama ini. Istri tercintanya itu menyusul pergi beberapa jam setelah kepergian jabang bayinya.

Jumat (24/1/2017) malam lalu, sekitar pukul 23.00, ia yang belum terlelap dikejutkan dengan rintihan istrinya. Tak tahu persis apa yang membuatnya istrinya merintih kesakitan. “Karena panik, siapa tahu istri saya sudah mau melahirkan, saya segera melarikannya ke puskemas [Dlingo I] dengan sepeda motor,” kisahnya dengan masih terbata.

Sesampainya di puskesmas, kabar baik meluncur dari salah seorang bidan. Istrinya diperbolehkan pulang. Belum saatnya melahirkan, kata bidan itu. Dengan perasaan lega, ia pun memacu sepeda motornya dengan lebih lambat menuju kembali ke rumah.

Di rumahnya, ia pun mencoba untuk terpejam. Nyatanya ketika itu matanya tetap saja susah terpejam. Sesering mungkin, perhatiannya kembali mengarah ke istrinya itu.

Ternyata benar. Sekitar pukul 02.30, istrinya kembali mengeluh sakit. Tak lagi merintih, keluhan istrinya kali ini jauh lebih keras. Kian paniklah ia.

Tanpa pikir panjang, ia sambar saja kunci kontak di atas meja kamarnya. Sepeda motor yang sudah terparkir rapi segera ia pacu kembali mengarah ke Puskesmas Dlingo I.

Kepanikan Eliyanto semakin menjadi ketika bidan puskesmas angkat tangan dan merujuknya ke RS Nur Hidayah di kawasan Jl.Imogiri Timur, berjarak puluhan kilometer dari Dlingo.

Dibayangkannya, istrinya akan diantarkan oleh pihak puskesmas menuju ke RS Nur Hidayah dengan menggunakan ambulans yang ketika itu memang tampak terparkir di garasi puskesmas. “Tapi ternyata tidak. Saya sama sekali tidak ditawari ambulans. Akhirnya saya kembali pulang mencari pinjaman mobil.”

Seadanya. Ia tak mendapatkan mobil yang layak untuk membawa istrinya ke rumah sakit. Dalam kepanikan, ia hanya mendapatkan pinjaman sebuah mobil pikap. “Mau bagaimana lagi. Adanya mobil ya cuma itu,” ucapnya pelan.

Meski ada ruang di samping kemudi, ketika itu Eliyanto justru menaruh istrinya di bak belakang. Ia khawatir jika didudukkan di samping kemudi, istrinya justru akan muntah-muntah. “Saya temani dia di bak belakang,” kenang Eliyanto.

Penderitaan mereka berdua belum selesai. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, gerimis mendera mereka. Lagi-lagi, kepanikan yang luar biasa membuat Eliyanto semakin kalut.

Ia pun meminta sopir menghentikan sementara mobil dan memintanya berteduh sekadar menunggu gerimis mereda. Sedangkan istrinya terus saja merintih kesakitan.

Sekitar pukul 04.30, mereka pun tiba di rumah sakit. Tim dokter jaga RS Nur Hidayah dengan cekatan segera melakukan pemeriksaan medis.

“Anak saya yang meninggal itu perempuan,” suaranya kembali tercekat.

Saat itulah Eliyanto harus menelan rasa sesal sedalam-dalamnya. Dari hasil pemeriksaan Ultra Sonografi (USG), tim dokter memastikan buah hatinya telah tak bernyawa lagi.

Khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada istrinya, dengan lantang ia pun meminta agar tim dokter segera mengeluarkan jabang bayi yang sudah tergolek lemah di janin istrinya. Alhasil, melalui persalinan normal, Sabtu (28/1/2017) pukul 09.30, bayi malang itu berhasil dikeluarkan.

Belum juga kering air matanya, kabar buruk kembali diterimanya. Sekitar pukul 11.15, perempuan yang paling dicintainya itu pun harus pergi menghadap Sang Pencipta. “Kata dokter, istri saya terlalu banyak mengeluarkan darah,” kenang Eliyanto dengan mata nanar dan gestur yang mulai terlihat rikuh seolah ingin terlihat tegar di hadapan kami.

Tak ingin menyalahkan siapa-siapa. Kalimat itulah yang terus meluncur dari mulut pria yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh serabutan itu. Bagi Eliyanto, ini adalah takdir yang tak bisa dielakkan oleh siapapun orangnya.

Dengan perasaan sedih dan sesekali tak percaya, ia pun membawa kembali jenasah dua orang yang paling dicintainya itu untuk dimakamkan. “Sudah takdir, Mas. Bagaimana lagi,” timpal Ngadiyem, orang tua Eliyanto, dengan suara yang sedikit lebih tegar.

Kisah Eliyanto meninggalkan pertanyaan besar bagi kami. Pihak puskesmas yang seharusnya bisa memberikan pelayanan darurat, seharusnya tak hanya bekerja sekadar menuliskan surat rujukan. Atas dasar pertanyaan itulah, kami pun menuju ke Puskesmas Dlingo I. | Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja |

Gusi Wanita Hamil Mudah Berdarah, Ini Sebabnya

Previous article

Aksi Vandalisme Tertangkap Warga

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Kab Bantul