Kota JogjaNews

Pedagang Mengaku Rugi Selama Pasar Malam Perayaan Sekaten

0
Sekaten Solo ditiadakan
sekaten Jogja (harianjogja)

STARJOGJA, JOGJA-Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) resmi ditutup 1 Desember 2017. Namun, sejumlah pedagang masih akan bertahan sampai masa perpanjangan 10 Desember untuk mengejar target keuntungan, sebab selama pelaksanaan PMPS mereka mengaku merugi.

Tarigan, salah satu pedagang pakaian bekas impor atau awul-awul mengaku selama tiga pekan berjualan mulai 10 November hingga 1 Desember belum mendapat keuntungan. “Modal aja belum kembali, baru dapat buat bayar sewa stan aja,” kata dia di sela-sela berjualan, Sabtu (2/12/2017).

Tarigan menempati stan awul-awul di barat Alun-alun Utara. Ia menyewa lapak ke Dinas Perindustrian dan perdagangan Rp17 juta selama pekasanaan PMPS. Selama berjualan ia dibantu empat karyawannya.

Pria asal Medan yang sudah keenam kalinya ikut berjualan setiap PMPS di Jogja ini mengaku biasanya lebih dari setengah barang dagangannya ludes. Namun, pada PMPS kali ini masih banyak yang belum terjual. Ia enggan menyebut berapa modal yang dikeluarkan selama PMPS dan berapa potong pakaian yang belum terjual.

Ia mengaku jumlah transaksi harian hanya berkisar di bawah angka lima puluhan, kecuali Sabtu-Minggu jumlah pengunjung yang bertransaksi di stannya mencapai angka di atas seratusan. Ia menjual pakaian per potong mulai dari Rp5.000-200.000. “Tiga hari menjelang penutupan yang biasanya membludak pun ternyata jauh dari perkiraan,” kata Tarigan.

Ia menyadarai cuaca hujan yang terus menerus mengguyur menyebabkan pengunjung berkurang dibanding PMPS tahun lalu, karena kondisi area Alun-alun Utara becek ketika turun hujan. Selain itu, pintu masuk yang hanya dari sisi utara dan barat Altar membuat pengunjung kerepotan karena harus berputar.

Karena itu dirinya girang ketika ada toleransi perpanjangan waktu PMPS sampai 10 Desember. Selama sepekan kedepan ia akan mengejar target keuntungan. Disinggung apakah PMPS tahun depan akan ikut berjualan kembali. “Lihat kondisi dulu lah, kalau hujannya seperti kemarin pikir-pikir dulu,” ucap Tarigan.

Kondisi serupa dialami oleh Ariman, penjual othok-othok atau kapal air mainan. Warga asli Cirebon yang sudah empat kali ikut berjualan dalam PMPS ini mengaku selama PMPS tahun ini hanya menghabiskan lima kodi othok-othok, setiap kodi isi 20 othok-othok.

Harga per satu othok-othok dibandrol Rp10.000 untuk kapal ukuran kecil dan Rp15.000 untuk kapal ukuran besar. “Kalau tahun lalu saya bisa menjual sampai 15 kodi, sekarang hanya lima kodi,” kata dia.

Namun, nasib Arisman lebih beruntung karena ia masuk kategori pedagang kaki lima (PKL) yang tidak membayar stan, melainkan hanya membayar biaya lampu yang per harinya Rp5.000. Ujang Hasanudin/JIBI/Harian Jogja |

DPRD Dukung Kebijakan Tanggap Darurat di DIY

Previous article

Bank umum Wajib Salurkan 20 persen portofolio kreditnya ke UMKM

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Kota Jogja