Lifestyle

Piringan Hitam, Gramophone dan Sekjend PBNU

0
Piringan Hitam
Ibu santi dan bapak faishal Sekjend PBNU (foto : Bayu)

STARJOGJA.COM, Jogja – Sosok Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini tidak banyak yang tahu. Salah satunya hobi bapak kelahiran di Cirebon, Jawa Barat, 1 Agustus 1972 lalu ini. Suami dari Santi Helmy Faishal ini ternyata gemar mengkoleksi piringan hitam. Jangan ditanya berapa jumlah piringan hitam yang dimilikinya?

“Saya koleksi piringan hitam dalam seluruh format 78 rpm (rotation per menite), 45 rpm, 33 1/3 rpm. 7,10, 12 inch bentuk ukurannya,” katanya saat di Starjogja Jumat 12 Oktober 2018.

Baca Juga : Dedikasi Santri untuk Indonesia Mandiri Jadi Tema Hari Santri

Helmy menyebut berbagai benda ini ia dapatkan dari berbagai daerah yang ia kunjungi. Kegemaran koleksi piringan berwarna hitam ini sudah ia lakukan sejak muda saat harga piringan hitam masih 5 ribu rupiah.

“Masih murah dulu, ya bertahap, dulu ada yang 5 ribu 10 ribu. Kalo piringan hitam itu kan orang ga butuh kan daripada nyesekin rumah dikasih aja padahal barang berharga,” katanya.

Ia memiliki koleksi piringan pipih yang lama mulai dari sebelum era merdeka juga saat proklamasi Bung Karno. Piringan pipih itu kini ia simpan baik di rumahnya.

“Saat Indonesia jadi tuan rumah Asian Games itu kadonya adalah piringan hitam ada empat seri lagu nusantara keluaran Lokananta Solo,” kata menteri termuda di pemerintahan SBY-Boediono ini.

Ia masih menyimpan piringan hitam yang terhitung old yaitu tahun 1938. Piringan hitam ini menurutnya menyimpan sejarah yang luar biasa bagi Indonesia.

“Itu pun saya punya lagu dari Ratna Asmara pernah rekam di Singapura tahun 38. Tercatat Ratna Asmara ini merupakan yang pertama kali menyanyikan Tanah Airku Indonesia sebelum proklamasi,” katanya.

Ia juga mengkoleksi Gramophone (alat untuk memutar musik atau lagu dari Piringan Hitam). Koleksi ini bahkan menjadi salah satu favoritnya saat ini.

“Sementara ini yang tertua dalam bentuk Phonograph,” katanya.

Aneh

Memang kebanyakan orang tidak mau tahu soal piringan hitam dan sejenisnya. Namun menurutnya alat mendengarkan suara atau musik ini baginya sangat istimewa.

“78 rpm itu sedikit, yang pakai paku itu Gramaphone. Mungkin saya aneh menyukai sesuatu yang tidak disukai orang hehe,” kata pria yang pernah jadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Indonesia ..

Bukan tanpa alasan kenapa ia menyimpan dan mengoleksi benda ini. Baginya mengoleksi piringan hitam ini ikut melestaraikan khasanah kebudayaan bangsa.

“Bahwa kita punya lagu yang menginspirasi bangsa kita. Bangsa kita dipersatukan lagu lagu ada 17 Agustus, Proklamasi, Soleram, lagu daerah dan seterusnya,” katanya.

Piringan yang berwarna hitam ini bukan hanya benda biasa baginya. Benda ini bisa bermakna harta karun jika menyukai dan hobi.

“Harta karun, saya dulu masih murah sekarang sudah 500 ribu sampai 1 juta padahal dulu saya belinya yang 5 ribu,” katanya.

Penyuka musik jazz ini mengaku akan terus berburu piringan hitam di beberapa daerah yang dikunjunginya. Termasuk saat berada di Jogja kebiasaan berburu benda pipih berwarna hitam ini terus ia lakukan.

“Asyik saja, barusan saya ambil juga di Prawirataman. Saya dapat gramaphone lama. Jadi kalo ke daerah setiap kota yang menyimpan sejarah perjuangan itu menyimpan. Jakarta, Bandung, Jogja, Solo, Bukittinggi itu selalu menyimpan,” katanya.

Jogja Police Watch Sayangkan Perusakan Property Sedekah Laut

Previous article

Truk Berisi Pakan Ternak dan 10 Penumpang Kecelakaan, 4 Orang Tewas

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Lifestyle