FeatureNews

Kisah Misteri Saat Melukis Pangeran Diponegoro

0
Kyai Nogo Siluman
Lukisan Setyo Priyo Nugroho (foto : Bayu)
STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Beberapa lukisan yang dipamerkan di Pameran Sastra Rupa Gambar Babad Diponegoro pada 1-24 Februari 2019 nanti memiliki cerita tersendiri atau kisah misteri. Salah satunya yang dialami Setyo Priyo Nugroho yang mengambar Pangeran Diponegoro saat melarikan diri di Tanah Remo, Kebumen yang penuh dengan kisah misteri.
Lukisannya menceritakan Pangeran Diponegoro ditemani dua pengawalnya yaitu Joyo Suroto dan Banteng Wareng sedang didatangi harimau yang menggiring rusa ke tempat Diponegoro.
“Waktu itu beliau lari lompat kejurang kehilangan baju masuk hutan akhirnya sampai sakit malaria di dalam hutan lebat. Pas sakit dirawat oleh orang kampung tapi karena pelarian dia masuk ke hutan ditemani dua orang itu,” katanya kepada Starjogja.com Selasa (29/1/2019).
Lukisannya menceritakan jika pengawalnya sudah ketakutan dan menyerahkan senjata ke Pangeran Diponegoro untuk berjaga-jaga jika Harimau menyerang. Namun Diponegoro tahu jika kedatangan harimau itu tidak berniat jahat.
” Sudah mau menangis tapi Diponegoro tahu tidak ada niat jahat dari harimau itu, wes tenang wae. Setelah itu ya kasih kijang dan harimau pergi,” katanya.
Babad menyebut jika kedatangan harimau membawa kijang itu hanya bahasa kiasan saja. Namun ia meyakini jika kjadian itu sangat real dan terjadi berkaca pada pengalaman keluarganya.
“Kakek buat jebakan babi, bikin lubang dan kasih umpan dan suatu sore yang masuk itu anak harimau. Masuk jebakan babi dan mengaum ngaum lalu ditolong karena kakinya kena bambu kakek saya kan welas asih dia nyobek kaosnya diblebet dan diantar pinggir hutan. Herannya, keesokan paginya di depan pendopo itu ada kijang kejel kejel dan itu berarti baru saja diantar oleh harimau,” katanya.
Kisah misteri lainnya ketika ia tengah riset ke tempat Pangeran Diponegoro ditangkap di Karisidenan Magelang. Saat itu ia tengah mencari sosok kijang untuk melukisnya nanti.

“Jam 12-an saya liat rusa, saya foto mereka lari. Ketika duduk ada kijang datang jadi ketika di tangga dia malah datang ya tak kasih minum mau. Hampir setengah jam disitu. Jadi adegan itu (di lukisan) saya ambil ketika saya di serambi itu,” katanya.

Setyo mengatakan muka Pangeran Diponegoro dalam lukisan seperti sedang tidak sehat. Sebab, saat itu ia tengah sakit dan dalam keadaan duka karena adiknya meninggal dunia.
 “Itu dalam kondisi nelongso pasukannya ada yang belot. Adiknya meninggal,” katanya.
 Ia membuat lukisan ini dalam waktu dua bulan dengan pergantian gambar dari Pangeran Diponegoro beridir kemudian akhirnya digambar duduk. Ia mengaku sangat hati-hati melukis Diponegoro.
“Ini kelewat tebel lima kali lapis karena poisinya berganti,” katanya.
Berbeda dengan Astuti Kusumo pelukis yang mendapatkan pupuh 37 soal tembang Asmorodhono yaitu laporan cinta, kasih sayang saudara atau keluarga. Pupuh 37 ini mengungkap kesedihan karena kehilangan tiga orang yang dicintai Pangeran Diponegoro.
“Pamannya Pangeran Ngabehi Joyokusumo dua orang putranya,” katanya.
Ia pun dalam membuat lukisan dengan gaya ekpresif ini melakukan riset dengan napak tilas mendatangi makam pangeran Joyokusumo di dua lokasi. Sebab saat itu kepalanya terpenggal sehingga dikubur di dua lokasi berbeda.
“Satunya di Kulon Progo satunya di Banyu Sumurup deket Imogiri,” katanya.
Tidak hanya itu ia pun membaca literatur salah satu buku Kuasa Ramalan Karya Peter Carey. Namun ia tetap merasakan kesulitan ketika akan menuangkannya ke lukisan.
“Proses mengungkap kesedihan itu sulit. Saya butuh penghayatan,” katanya.
Ia menamakan karyanya dengan nama Tembang Cinta. Sebab menurutnya kejadian yang dialami pangeran Diponegoro ini layaknya puisi kesedihan yang teramat sangat.
“Semacam cinta terputus kehilangan tiga orang di waktu hampir bersamaan. Pamannya itu adalah guru perang sekaligus yang mengasuhnya sejak kecil,” katanya.
Ia pun memiliki pengalaman yang berbeda dan kisah misteri saat akan menuangkannya ke kanvas. Sebab ia mendapatkan gagasan ide sangat usah waktu itu sehingga setelah ibadah.
“Setelah sholat malam baru dapat gambaran itu dan benar aku liat warna biru dominan monokrom warna biru, ada ungu juga,” katanya.
Ia mengaku baru kali ini ia mendapatkan pengalaman  dan pelajaran yang sanagt banyak dalam melukis Pangeran Diponegoro ini. Semnaga juang yang tinggi dan tanpa lelah patut untuk dititu rakyat Indonesia.
“Intinya sangat juang bisa kita teladani kita bersyukur spiritnya lebih kesitu,” katanya.

Iklan Politik Coreng Wajah DIY

Previous article

Gubernur Terima Audiensi Danlanal Yogyakarta

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Feature