Kab GunungkidulNews

Pemkab Gunungkidul Susun Perda Menghentikan Brandu

0
brandu
FOTO : Harian jogja

STARJOGJA.COM, Info – Budaya Brandu atau porak yaitu kebiasaan masyarakat menyembelih ternak sakit atau mati di Gunungkidul akan dihentikan. Hal ini mengacu pada rencana Pemerintah Kabupaten Gunungkidul,yang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Gunungkidul Sri Suhartanta di Gunungkidul, Sabtu, mengatakan munculnya kasus antraks yang menular ke manusia muncul, karena kebiasaan masyarakat menyembelih ternak sakit atau mati.

“Pemkab Gunungkidul berupaya agar tidak ada lagi brandu. Dari sisi regulasi pemkab menyusun dan menerbitkan peraturan daerah yang saat ini sedang disusun,” kata Sri Suhartanta.

Ia mengatakan dalam Raperda tersebut, poinnya adalah edukasi masyarakat untuk tidak lagi brandu atau porak. Nantinya secara detail ada di peraturan bupati.

Selain itu, perda tersebut mengatur bagaimana cara memilih daging sehat. Nantinya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul terus mengedukasi warga.

“DPKH akan masif memberikan edukasi kepada warga dan akan dibantu oleh Dinas Kominfo,” kata dia.

Sekda berharap masyarakat ikut berperan aktif tidak melakukan brandu hewan yang sudah mati. Selain merugikan diri sendiri, juga membahayakan lingkungan sekitar.

“Hewan yang sudah terpapar antraks akan semakin berbahaya jika disembelih, karena sporanya akan menyebar,” katanya.

Lebih lanjut, Sri Suhartanta mengatakan Pemkab Gunungkidul belum berencana mengeluarkan kebijakan kejadian luar biasa (KLB) antraks, karena memerlukan berbagai pertimbangan.

“Kami belum melangkah ke sana. Kebijakan itu diperlukan dikoordinasikan terlebih dahulu sejauh mana kejadian antraks yang sudah terjadi. Itu kami cermati kembali apakah akan mengambil KLB atau tidak,” kata dia.

Sementara itu, Kepala DPKH Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan Perda tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan tersebut juga berisi sanksi apabila seseorang mengonsumsi, mengedarkan, menjualbelikan bangkai atau hewan yang mati, terutama akibat penyakit.

“Kami tuliskan sanksi berdasarkan peraturan perundangan,” kata Wibawanti.

Sumber : Antara

Baca juga : 10 Warga di Gunungkidul Terpapar Gejala Antraks

Bayu

Pernak Pernik Ramadhan : Sejarah dan Filosofi Kolak, Bukan Sekadar Takjil di Bulan Ramadhan

Previous article

25 Maret, Profesor Kedokteran di Korsel Akan Mengundurkan Diri

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *