Kab GunungkidulNews

1,8 Ton Belalang Goreng Disiapkan untuk Pemudik

0
belalang goreng

Belalang goreng masih menjadi penganan khas asli Gunungkidul. Untuk persiapan liburan para pengusaha pun memperbanyak stok makanan yang dulu dikenal sebagai hama tanaman itu. Bahkan untuk mendapatkan bahan baku belalang terpaksa harus mendatangkan belalang dari luar daerah seperti di Kulonprogo hingga Purworejo, Jawa Tengah.

Dua orang pekerja sedang membersihkan belalang-belalang hidup sebelum digoreng. Penganan belalang goreng merupakan salah satu produk unggulan di Kabupaten Gunungkidul. Jumat (1/8/2014). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Salah seorang pengusaha belalang goreng asal Desa Selang, Wonosari, Subagyo mengaku sudah kebanjiran orderan untuk belalang goreng. Saking banyaknya pesanan, ia pun terpaksa mendatangkan stok dari luar daerah.

Menurut dia, makanan ini terdiri dari beberapa variasi rasa seperti bacem goreng, manis dan pedas. Sedang untuk pembelian, pengunjung tinggal memilih mau yang dikemas dalam toples atau pun dibungkus dalam plasti. “Untuk yang toples kami jual dengan harga Rp30.000-35.000,” kata Subagyo.

Menurut dia, stok sekitar 1,8 ton untuk lebaran tidak hanya dijual sendiri. Sebab makanan ini juga dikirimkan ke sejumlah pedagang yang ada di Wonosari dan wilayah sekitarnya. Untuk pasokan, ia mengaku sudah lama kesulitan mendapatkan stok dari Gunungkidul. selama ini pasokan belalang banyak dipenuhi dari luar daerah seperti Kulonprogo dan Purworejo.

“Di sini sudah sulit mencarinya,” katanya.

Sulitnya mencari belalang diakui oleh Edi, pemburu belalang asal Kepek, Saptosari. Menurut dia, untuk mencari belalang tidak hanya mengandalkan wilayah di Gunungkidul, karena pencari sering melakukan perburuan di kawasan pesisir mulai dari Bantul, Kulonprogo hingga Purworejo.

“Yang cari banyak. jadi untuk mendapatkan tangkapan yagn lebih jadi harus sampai merambah ke daerah lain,” ujarnya.

Menurut Edi, perburuan belalang sudah mulai ada perubahan, dimana pemburu tidak lagi mengandalkan cundit (alat penangkap belalang), karena ada yang mulai menggunakan lem sebagai alat menangkap. “Namun saya lebih memilih menggunakan cundit, karena hasil tangkapan lebih alami. Beda dengan menggunakan lem, kalau tidak dicuci dengan bersih rasa belalang akan pahit,” ungkapnya.

Tiwul Masih Banyak Dicari

Slamet Riyadi, menantu Tumirah atau Yu Tum, yang kini menjadi pengelola usaha gatot tiwul Yu Tum memamerkan tiwul olahannya di Wonosari, Gunungkidul, Selasa (7/7/2015).(JIBI/Harian Jogja/Uli Febriarni)

Selain belalang goreng, masih banyak makanan khas, semisal Tiwul dan Gatot. Pemilik Oleh-oleh Yu Tum, Slamet mengatakan, menyambut lebaran ini, sudah menyiapkan gaplek hingga dua ton sebagai bahan baku pembuatan tiwul.

“Memang ada yang mencari makanan lain, tapi kebanyakan pengunjung  yang datang untuk membeli Tiwul,” katanya.

Bagi pengunjung yang ingin mendapatkan makanan khas asli Gunungkidul, tidak perlu khawatir. Sebab, untuk mendapatkan makanan ini juga tidak sulit karena di sekitar jalan Jogja-Wonosari, tepatnya di Desa Logandeng, deretan toko-toko itu dengan mudah akan ditemuka

Libur Lebaran, Pantai Selatan Bebas Serangan Ubur-ubur

Previous article

Inilah Trik Hemat Pulsa Saat Liburan di Luar Negeri

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *