Esai

Petani di Negara Agraris, Kapan Sejahteramu

0
Lahan pertanian kena tol Solo-Jogja
TNI dan pemerintahan sedang panen raya di Rejowinangun Kota Jogja

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Senang rasanya bisa mengajak anak mengunjungi kakek neneknya. Itulah yang saya rasakan, apalagi melihat orang tua saya bahagia saat bermain dengan cucunya.

Kelelahan serta rasa letih menempuh perjalanan selama sekitar 3 jam hilang. Mungkin seperti itu yang dirasakan oleh semua orang tua melihat anaknya bermain dengan kakek dan neneknya.

Alhamdulillah kedua orang tua saya juga masih lengkap, sehingga saat saya pulang untuk bertemu setiap 2 minggu sekali bisa memberi kegembiraan kepada mereka. Bukan karena saya membawa uang yang banyak akan tetapi kebahagian kedua orang tua saya begitu terlihat ketika bermain dengan cucu mereka.

Baca Juga : Setiap Tahunnya Bantul Kehilangan Lahan Pertanian Sekitar 10 Hektare

Pada suatu ketika, saat saya memperhatikan percakapan antara kakek dan cucu saya merasakan keindahan yang luar biasa. Anak saya bisa berkomunikasi lancar sambil bermain sekaligus orang tua saya juga sangat bahagia melihat perkembangan cucunya.

“Le kalau sudah besar kamu jadi apa?,” pertanyaan itu muncul dari orang tua saya saya mengajak ngobrol sambil bercanda dengan cucunya.

Dengan lantang anak saya menjawab, “Aku ingin jadi polisi, eh masinis saja karena bisa naik kereta api kemana-mana gratis,” jawab anak saya.

Kakeknya langsung tepuk tangan sambil memuji, “Hebat ya, jangan lupa belajar yang rajin, biar tercapai cita-citamu le.”

Tiba-tiba dalam hati saya bertanya pada diri sendiri, kenapa Bapak saya berkata seperti itu. Kenapa tidak bilang kalau sudah besar jangan lupa jadi petani seperti kakek. Karena memang kedua orang tua saya adalah petani.

Saya sendiri cukup memahami kenapa ucapan itu terlontar dari orang tua saya. Sewaktu saya masih di bangku SMP dan SMA sampai saya kuliah orang tua saya selalu berpesan belajarlah yang rajin. Biar besok tidak jadi orang susah seperti kedua orang tuamu.

Sebagai petani mereka memang lebih banyak menggunakan tenaga ekstra agar bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Atau mungkin juga mereka mempunyai kesimpulan jadi petani itu susah karena penghasilan terbatas.

Cukup beralasan juga kenapa orang tua saya bilang seperti itu kepada cucunya. Suatu saat ketika saya ngobrol dan mempunyai rencana untuk tinggal dirumah agar lebih dekat dengan orang tua, mereka menolaknya. Alasannya,  kalau saya jadi petani mereka takut saya tidak bisa melakukannya karena butuh tenaga lebih dan hasilnya pas-pasan.

Sejauh ini petani di daerah saya memang penghasilannya sangat terbatas. Mereka bisa menanam dengan baik dan dengan hasil panen yang baik, namun untuk harga mereka tidak bisa menentukan. Terkadang harga bagus tapi lebih banyak kurang bagus, sehingga  ibarat hidup, hanya bisa numpang makan saja dari hasil bertani.

Untuk sekedar menyisihkan uang agar bisa menabung kalau ada kebutuhan tidak bisa. Itu mungkin menjadi salah satu alasan kenapa orang tua saya menginginkan saya maupun anak saya agar tidak menjadi petani.

Petani seolah tidak bisa menjadi andalan mata pencaharian yang mampu memberikan kesenangan bagi mereka. Itu adalah realita yang terjadi di tempat saya. Mungkin akan berbeda dengan daerah lain, tetapi beberapa pengalaman ketika saya berkunjung ke beberapa daerah yang sebagian besar berprofesi sebagai petani ceritanya mirip, bahkan sama.

Dalam hati saya selalu berdoa agar derajat petani akan terangkat dan bersaing dengan profesi yang lain sehingga kemiskinan yang banyak dialami oleh petani akan semakin berkurang banhkan bisa dientaskan.

Bayu

Dinkes Bantul Peringati Hari Kesehatan Nasional

Previous article

Pemeliharaan Jaringan Akibatkan 4 Wilayah Terkena Pemadaman Listrik

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai