Kota JogjaNews

DPRD DIY Susun Raperda Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa

0
kesehatan jiwa

STARJOGJA.COM, JOGJA Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa di wilayah DIY memunculkan inisiatif dari DPRD DIY untuk meyusun Raperda mengenai penyelenggaraan kesehatan jiwa. Stigmatisasi dari masyarakat kepada orang dengan gangguan kesehatan jiwa menjadi faktor tingginya angka gangguan jiwa.

Syukron Arif Mutakin, Ketua Pansus Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa DPRD DIY mengatakan angka riset gangguan kejiwaan DIY berada di nomor 2 se-Indonesia.

Di tingkat nasional ada 1:1000 orang terkena gangguan jiwa, kemudian di Yogyakarta 10:1000 orang terkena gangguan jiwa berat. Maka artinya kurang lebih 38.000 orang mengalami gangguan jiwa berat, dan 21% dari mereka sekitar 7000-8000 belum diobati secara layak,” katanya.

Ia juga mengatakan setelah dibedah dan dianalisis maka disusun solusi terkait dengan penanganan pasien gangguan jiwa. Selain itu juga, melihat angka bunuh diri dan pemasungan masih tinggi di DIY, menjadi landasan untuk menyusun Raperda dan bagaimana cara menanganinya.

Sementara itu, dr. Akhmad Akhadi Syamsu Dhuha, Direktur RS Jiwa Ghrasia menyampaikan ada beberapa faktor penyebab gangguan jiwa, mulai dari faktor resiko, hingga faktor pencetus.

Faktor resiko yang bersifat internal bisa berasal dari riwayat keluarga, jadi salah satu keluarga mengalami gangguan jiwa maka generasi berikutnya mungkin bisa terkena gangguan jiwa juga. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari lingkungan dan orang orang disekitar kita,” sampainya.

Selain itu, masyarakat memiliki pengetahuan yang kurang mengenai masalah kesehatan jiwa, maka dari itu Raperda tentang penyelenggaraan kesehatan jiwa ini perlu disusun untuk mengatur bagaimana pengetahuan masyarakat akan meningkat.

Mulai dari tim penanganan, tim kader kesehatan, dan terkait dengan penerimaan pasien jiwa yang sembuh di masyarakat. Baik yang mengalami atau pasca mereka melakukan pengobatan, karena biasanya masyarakat menolak kehadiran mantan pasien jiwa.

Raperda menekankan bahwa Hak Orang Dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) dan Orang Dengan Masalah Kesehatan (ODMK) memiliki hak yang sama dengan manusia normal. Masyarakat juga perlu membedakan antara ODGJ dan ODMK, dimana ODGJ merupakan gangguan kesehatan jiwa yang berat sedangkan ODMK ini adalah masalah kesehatan jiwa yang masih ringan seperti gangguan tidur, gangguan makan, gangguan kecemasan, depresi, hingga bipolar.

Tanda tanda orang yang terkena gangguan kesehatatan jiwa, seperti sulit mengontrol emosi, waham (keyakinan yang dimiliki seseorang tidak sesuai dengan kenyataan) mendominasi isi pikiran, agitasi atau mengamuk dan mengganggu org lain, hingga eksaltasi atau kejang dengan tenaganyang luar biasa, hal ini memerlukan penanganan dirumah sakit.

Raperda ini berisi 12 bab dan 56 pasal mengatur mulai dari tindakan promotif atau dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat, kedua tindakan prefentif mencakup semua elemen mulai dari provinsi hingga RT, lembaga penddikan, tempat kerja, lembaga sosial, dan lembaga keagamaan. Selain itu juga terkait dengan kuratif atau pengobatan, melalui faskes yang ada.

Mendeteksi gangguan kesehatan sedini mungkin menjadi salah satu langkah penting, Peran keluarga dalam kasus ini adalah care giver dengan memberikan perhatian lebih kepada anggota keluarganya, karena pada kenyataanya sitgma buruk dan diskriminasi itu terjadi dari orang terdekat.

Tindakan rehabilitatif menjadi tanggungan kita bersama, sitgma masyarkat harus diubah, tokoh masyarakat, tokoh agama harus merangkul mereka jangan dibully jangan dipojokan, nanti bisa kembali lagi kambuh karena dorongan tersebut,”

Raperda sudah disusun dan dibahas dengan menerima masukan dari masyarakat untuk menyempurnakannya, DPRD menerima masukan dari semua pihak akan difasilitasi asalkan tidak menyimpang dengan aturan. Raperda dapat menjadi solusi dan menjadi landasan kegiatan untuk masyarakat berkreasi tentang penanggulangan kesehatan jiwa.

Sementara itu dr. Akhmad menghimbau kepada masyarakat mengenai masalah mental illness bukan semata mata msalah kesehatan namun menjadi masalah kita semua.

Kita harus membangun rasa simpati dan empati dengan tidak memberikan stigmatisasi dan labelisasi kepada orang yang terkena gangguan kesehatan,” pungkasnya.

PENULIS : Gustyaa

Selamat ! Sleman Juara Porda DIY 2022

Previous article

Juara Porda 2022, Sleman Hattrick Lagi

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Kota Jogja