News

Kenapa Dukun Pengganda Uang Masih Dipercaya Masyarakat? Ini Kata Pakar

0
Serangan fajar
Ilustrasi penggandaan uang (Freepik)

STARJOGJA.COM, Aksi pembunuhan yang dilakukan dukun Slamet yang dikenal sebagai dukun pengganda uang asal Banjarnegara, Jawa Tengah pada 12 pasiennya membuat gempar masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.

Psikolog Sosial UGM, Prof. Koentjoro angkat bicara soal fenomena dukun Slamet ini. Menurutnya, di tengah era modern saat ini masih banyak orang yang memercayai dukun dengan kemampuan luar biasa dapat mengubah hidup seseorang karena cara berpikir masyarakat Indonesia masih bersifat matrealistis.

“Kalau dari perspektif korban, masyarakat kita itu konsep berpikirnya sangat matrealistis,” jelasnya saat dihubungi, Selasa (11/4/2023).

Ditambah lagi saat ini di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, orang bisa dengan mudahnya melihat unggahan di dunia maya maupun medsia sosial yang memamerkan kemewahan hidup atau flexing. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang turut memicu orang memiliki keinginan untuk tampil seperti mereka yang memperlihatkan simbol-simbol kepemilikan material. Untuk mewujudkannya orang akan berusaha dengan berbagai cara, termasuk dengan jalan pintas menemui dukun.

Simbol status sosial

Keontjoro menjelaskan bahwa masyarakat tanah air saat ini sudah mengalami perubahan. Apabila dulu menjalin relasi di komunitas yang didorong pada motif berafiliasi, berkumpul, serta bersahabat, tetapi sekarang ini mulai berubah pada motif kekuasaan maupun simbol-simbol status sosial kian menggejala. Memamerkan simbol status sosial agar bisa diakui dan dihormati.

“Bagi orang berpengaruh, berbakat, maupun terdidik yang jadi korban itu karena serakah, ingin mendapatkan kekayaan lebih. Mereka ingin diakui dan dihormati lewat memerkan simbol-simbol status sosial,”paparnya.

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM ini menyampaikan ada dua faktor yang menyebabkan masyarakat mudah percaya dukun. Pertama, korban terkena hipnotis gendam atau magic. Kedua, ada orang tertentu yang mampu memengaruhi, meyakinkan bahkan memikat para korban untuk memercayai iming-imingan yang disampaikan.

Jalan pintas

Keontjoro menambahkan dari sisi pelaku kriminalitas, pelaku melakukan penipuan berkedok dukun untuk mendapatkan jalan uang dengan jalan pintas.

“Biar tidak ditagih terus penggandaan uang yang dijanjikan, korban diajak melakukan ritual yang sebenarnya untuk menghabisi nyawa korban dan mereka percaya kalau itu bagian dari ritual,”tuturnya.

Lantas bagaimana cara agar masyarakat tidak terjebak penipuan termasuk berkedok dukun? Koentjoro mengatakan perlunya pendidikan keluarga yang mengajarkan ketentraman dan kesejahteraan hidup bukan dari simbol status sosial. Namun memaknai kebahagiaan dengan selalu bersyukur kepada tuhan.

“Sebenarnya agak susah mencegahnya, selam amotif ingin diakui masih ada. Perlu belajar sufisme untuk melawan matrealisme sehingga disini pendidikan keluarga menjadi penting dalam mengajarkan kehidupan untuk senantias bersyukur pada tuhan,”pungkasnya.

Sumber : Humas UGM

Baca juga : Pelestarian Budaya Tanggung Jawab Semua

 

Dagangan Dukung Disperindag Provinsi DIY dan KADIN DIY Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok dan Inflasi Jelang Idul Fitri 1444 H

Previous article

Jokowi  : yang Ingin Mudik, Hati-Hati

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News