Esai

Anak Milenial Harus Melek Politik Pilpres 2019

0
Bawaslu DIY
demokrasi indonesia

STARJOGJA.COM, Jogja – Suara anak muda atau anak milenial jadi rebutan dalam pemilu. Jumlah suara anak muda yang besar membuat anak muda ini menjadi kelompok yang seksi untuk diperebutkan oleh parpol ataupun calon presiden dan wapres pada ajang pemilu 2019.

Sebagai pemilih pemula, kelompok anak milenial ini belumlah kelihatan secara jelas arah politiknya. Mereka juga belum memiliki jangkauan politik yang cukup kuat. Dua kondisi inilah menjadikan mereka sebagai target untuk dirangkul atau dibujuk untuk menjatuhkan pilihan suaranya pada satu kandidat.

Berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya, di tahun depan kelompok anak milenial ini memiliki karateristik yang berbeda. Generasi anak milenial mereka disebut. Mereka ini terdiri dari para pelajar, mahasiswa dan juga pekerja muda.

Baca Juga : Disdukcapil Jogja Jemput Bola Pemilih Pemula

Bagi mereka, ada yang baru pertama kali memberikan suaranya. Ada pula yang menjadi pemilih untuk kedua kalinya.

Ada fakta menarik soal ketertarikan anak muda pada politik. Survey yang digelar oleh  Lembaga survey Indonesia (LSI) pada tahun 2012 didapati bahwa 79 persen anak muda tidak tertarik politik.

Terbaru, survey Alvara Research Center menyebut jika anak muda itu itu lebih tertarik pada berita hiburan, gaya hidup ataupun olahraga jika dibandingkan dengan berita politik. Alvara menyebut hanya 22 persen anak muda yang mengikuti berita politik.

Sebuah ironi di tingkat tingginya harapan para peserta pemilu untuk mendapatkan dukungan dari anak milenial ini. Ada banyak faktor mereka ini tidak tertarik untuk mengikuti dinamika politik.

Salah satunya adalah adanya kampanye negatif yang tersebar di setiap kontestasi politik mulai dari pilkada hingga pemilu ataupun pilpres. Inilah yang harus disadari oleh para pelaku pemilu saat ini.

Tampilkan program yang dekat dengan mereka bukan malah membuka peluang saling serang di media sosial, tempat anak muda sering mencari informasi. Jangan biarkan mereka malah jadi lebih apatis saat melihat perdebatan ataupun perseteruan di ruang digital itu.

Tingkat partisipasi mereka ini menjadi salah kunci dari keberhasilan pemilu utamanya pada tingkat partisipasi. Untuk itulah perlu lebih digencarkan sosialisasi kepada mereka ini. KPU sebagai yang punya gawe pada gelaran pemilu haruslah lebih menggenjot promosi kepada mereka.

Tak cuman memasang alat peraga kampanye, namun sosialisasi soal kapan pemilu digelar, siapa calonnya dan juga cara pemilihan pun tetap harus digaungkan. Pendekatan sosialisasi dengan mengunakan bahasa keseharian mereka ini haruslah diambil.

Generasi jaman now ini tidak bisa diberikan pendekatan jaman old. Perbedaan bahasa dan cara penyampaian bisa membuat mereka tidak paham ataupun malah antipati pada gelaran hajatan pemilu.

Libatkan pula mereka ini pada proses sosialisasi kepada teman sebaya. Dengan cara mereka, anak muda ini bisa menjadi sebuah bagian dari penyampaian pesan dan ajakan untuk menggunakan suaranya. Penggunaan media sosial ataupun vlog bisa jadi pilihan untuk mereka.

Anak muda merupakan partisipan penggerak awal demokrasi. Sikap pasif kaum muda akan menjadi proses pelemahan proses demokrasi di Indonesia. Di tangan suara kritis mereka inilah bisa tercipta pemimpin yang pas dengan perkembangan jamannya.

Rangkul mereka untuk memberikan suara ataupun menjadi penjaga gerak demokrasi di Indonesia. Jadikan mereka ini sebagai pemersatu bangsa. Satu Nusa Satu Bangsa Satu Bahasa ada di tangan mereka.

Selamat Mencari dan Menentukan Pilihan Anak Muda !

Bayu

Ratusan Pesepeda Ikuti Tour de Prambanan

Previous article

Pergantian Pasukan Bregada Pakualaman Setiap 35 hari

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai