Esai

Sandiaga Uno, Playing Victim dan Air Kendi

0
Bali melukat
Sandiaga Uno berfoto dengan jemaah masjid Jogokaryan (foto : Bayu)

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Calon wakil presiden Sandiaga Uno memang sering bergerilya ke daerah-daerah termasuk kemarin ke Pasar Kota Pinang, Labuhanbatu, Sumatera Utara, Selasa, 11 Desember 2018 lalu. Saat itu melalui media massa diketahui ia diusir atau ditolak dari pasar itu oleh pedagangnya. Selang beberapa hari kemudian muncul berita jika pengusiran itu merupakan sandiwara sehingga muncul hastag Sandiwarauno di media sosial. Beberapa pihak menyebut aksi itu sebagai strategi Politik Playing Victim.

Jika dilihat dari bahasanya Playing Victim ini capres ini memposisikan diri sebagai victim alias korban. Tentu ini dimaknai sebagai teknik politik sendiri di kubu lawan.

Tapi menariknya, sepertinya teknik ini mudah menarik perhatian masyarakat. Karena tujuan dari aksi politik tentu menarik minat rakyat agar mengetahui kejadian itu, sehingga rakyat akan iba dan merasa kasihan. Harapannya karena kasihan calon presiden itu bisa mendulang suara karena menjadi korban dari orang-orang yang tidak peduli padanya.

Baca Juga : Pesan Buya Syafii Maarif ke Sandiaga Uno

Orang Indonesia terutama orang Jawa itu mudah sekali tersentuh hatinya. Jika ada orang yang disakiti maka hatinya seolah tidak kuat. Sehingga jika memang capres itu memang terbukti melakukan niat itu maka ia menggunakan teknik yang pas. Karena orang Indonesia itu tidak tegaan.

Playing Victim ini menjadi hal baru bagi orang awam politik khususnya orang Indonesia. Karena orang Indonesia itu mudah sekali percaya dan tidak tegaan orangnya. Tidak ingin melihat orang lain sedih.

Tidak percaya ? Datang saja ke desa-desa ke dusun-dusun ke dukuh-dukuh. Buat sosial experience aja, misalnya naik motor kemudian pura-pura aja motornya rusak. Tidak bisa di stater misalnya. Tunggu saja, tidak lama mereka akan mendatangi dan setidaknya memanggilkan orang lain yang bisa memecahkan masalah.

Mau buat sosial experince juga di Kota juga tidak masalah. Toh itu juga sama-sama membuktikan orang Indonesia itu tidak tegaan.

Dahulu, ketika saya masih kecil saya punya kewajiban pekerjaan rumah memberikan kendi berisi air minum untuk ditaruh di depan rumah. Ini menjadi kesenangan sendiri karena punya tanggung jawab itu. Kendi itu ditaruh di depan rumah agar nanti ketika ada orang yang sedang melakukan perjalanan melintas depan rumah tidak perlu kesusahan mencari minum.

Saya sering melihat dari dalam rumah siapa saja yang meminumnya. Semakin banyak orang yang meminumnya maka semakin senang rasanya. Bahkan pernah setengah hari pekerjaannya hanya mengintip dari jendela rumah, siapa saja yang meminumnya. Menariknya tidak hanya orang yang sedang melakukan perjalanan jauh, tukang becak, orang kampung sebelah, karyawan hingga terakhir orang gila. Waktu itu tidak kepikiran bagaimana orang gila meminumnya langsung dari kendi. Apakah mulutnya nempel di ujung kendi itu atau tidak.

Orang-orang itu tidak masalah siapa sebelum dan sesudahnya yang akan meminumnya. Karena mereka sama-sama membutuhkan air itu untuk diminum. Walaupun niatnya juga banyak ya, mungkin kasihan dengan anak kecil yang sudah menyiapkan minuman ini atau kasihan juga air minumnya tidak diminum orang lain. Takut hatinya yang punya rumah kecewa maka kendi itupun segera diminumnya. Banyak hal faktornya tapi intinya adalah tidak tegaan itu.

Orang kampung, dusun, dukuh tidak melihat orang lain dari sikap tersembunyi yang mungkin itu Playing Victim. Tapi orang yang selalu berbaik sangka dari kampung ini selalu melihat sama-sama berbuat baik. Mereka saling menikmatinya, yang minum menikmati airnya minumnya karena tidak tega jika air kendinya tidak laku. Pemberi air di kendi juga menikmati memberikan air setiap hari tanpa pamrih.

Jika memang ada Playing Victim atau melukai diri sendiri untuk mendapatkan kepercayaan musuh biar masuk pada jebakan politik ini tentu menyakiti kepercayaan orang lain yang saling menikmati berbuat baik ini.

Karena semua bermuara kepada politik maka Playing Victim ini tentu menjadi hal yang harus dilihat lagi. Apakah itu murni karena menikmati memberi air kendi atau orang yang seolah-olah menjadi korban dari orang yang menikmati memberi air kendi itu.

Melihat peta politik, tentu harus jelas karena semuanya akan mengarahnya perolehan suara. Jika memang semuanya Playing Victim maka takutnya rakyat ini tidak ada lagi yang mau menikmati memberikan air kendi di depan rumah mereka.

Bantul Jadi Daerah Rawan Banjir Tertinggi di Yogyakarta

Previous article

Pesta Seks di Yogyakarta, Fantasi Seks yang Keblinger

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai