Esai

Enemy or Nobody : The Art Of Not Giving A ….

0
mantan kembali menghubungi

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Bagi kita, manusia pastinya pernah punya masa lalu, pernah punya hubungan, baik itu hubungan pertemanan, pekerjaan maupun percintaan, selalu ada saat dimana harus (mau tak mau) menghadapi gesekan, pertentangan, beda pendapat bahkan perselisihan yang mungkin akhirnya akan berujung pada putusnya hubungan.

Ada perbedaan pendapat yang bisa diselesaikan dengan dibahas dan berusaha saling memahami pandangan masing-masing (ini biasanya dalam hubungan pertemanan). Tapi ada juga yang ga bisa saling dipahami dan berujung pada putusnya hubungan. Nah di bagian putus hubungan ini udah paling ga enak deh. Imbasnya bisa kemana-mana.

Jaman sekarang, dimana media sosial begitu populer, putus hubungan tuh bisa jadi 1 drama tersendiri. Hal yang awalnya personal, bisa jadi santapan publik.
Eh beneran deh, putus hubungan ini bisa jadi drama bersambung macam sinetron kejar tayang yang digelar tiap hari. 1 pihak berkicau di twitter, sharing di Path dan Instagram atau di status Instant Messaging App tentang kegalauan hatinya (adol welas kalo pake bahasa saya) dan kemudian, dikomentari oleh kawan lain, lalu pihak lainnya lama-kelamaan merasa gerah, balesin dengan kicauan yang ga kalah dramatisnya, daaann… episode sinetron akan segera tersaji ke ranah umum.

Baca Juga :  What so called “Teman Sejati”

Kalau kicauan atau sharing status saat sedang jatuh cinta, saya rasa masih cukup bisa diterima lah. Meskipun mungkin bagi beberapa orang bakalan bikin eneg, tapi setidaknya tidak akan menimbulkan drama berkepanjangan seperti bila kicauan berkutat di masalah patah hati, marah-marah, curhat dan ngedumel ga jelas.

Saya pribadi punya prinsip bahwa hal-hal buruk yang terjadi pada hubungan pertemanan, pekerjaan maupun percintaan akan diusahakan semaksimal mungkin tidak dilempar ke publik. Masa lalu yang buruk, akan saya masukkan ke kotak “nobody” dan bukan ke kotak “enemy” Kenapa?

Karena lagi-lagi masih menurut saya, saat kita punya kotak “enemy”, justru akan membuang energi yang cukup banyak. Menjadikan seseorang sebagai enemy, itu artinya saya akan tanpa sadar selalu mengingat orang tersebut, mencibir kicauannya, bahkan selalu mengamati foto-foto yang dia unggah di media sosial untuk hanya sekedar ingin tau yang berakhir dengan kembali sakit hati. Kapan move-on kalo begitu caranya?

Saat saya memasukkan kisah lalu ke kotak “nobody”, itu artinya saya membantu diri sendiri menghemat energi. Ada orangnya, tapi itu masa lalu. Tidak akan berpengaruh pada kehidupan saat ini. Biar saja dia lakukan apa yang dia mau, itu bukan urusan saya.

That simple, but it makes a huge difference.
I just don’t believe in putting more hatred out into the world when someone’s directing bad energy at me, because I think my fate gets affected by energy, and too much negative energy can be detrimental to that.
But anyway, be proud when you are someone’s enemy, because apparently, you’re giving so much impact to them, and be miserable when you’re nobody. Because you are really nobody. Kasian deh loe.

Salam.

Catatan :
Tadi pagi saya siaran dan kebetulan muterin lagunya Lauv yang judulnya Enemies, kemudian mendadak terinspirasi

Bayu

BREAKING NEWS : Pesawat Ringan Jatuh di Playen Gunungkidul

Previous article

Proses Pencarian Orang Yang Menceburkan Diri ke Pandansimo Dilanjutkan

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Esai