News

Luis Milla Jadi Salah Satu Dosa PSSI

0
Luis Milla
Bima Sakti Tukiman (kedua kanan) saat menjadi salah asisten pelatih Luis Milla Aspas (kedua kiri). - Antara/Akbar Nugroho Gumay

STARJOGJA.COM, Yogyakarta – Drama penantian nasib Luis Milla di timnas Indonesia sudah berakhir. Pelatih asal negara matador ini telah menyatakan perpisahannya. Pada Minggu (21/10/2018), Luis Milla mengunggah foto beserta ucapan perpisahan karena tidak lagi menjadi pelatih timnas Indonesia.

Dalam ucapan itu, Luis Milla juga menulis kritik kepada PSSI. Luis Milla menyebut selama 10 bulan terakhir masa kerja, dirinya merasa ada keburukan dalam manajemen, rendahnya profesionalitas para petinggi, hingga pengingkaran perjanjian kontrak dari PSSI.

Ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Edy Rahmayadi mengaku PSSI sempat membujuk Luis Milla untuk melatih Timnas Indonesia pada Piala AFF 2018 akan tetapi pelatih berkebangsaan Spanyol ini tak kunjung datang untuk perpanjangan kontrak.

Baca Juga : PSSI : Bima Sakti Resmi Gantikan Luis Milla

Sementara itu Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Yoyok Sukawi, mengakui federasi pernah terlambat membayar gaji Luis Milla saat menjabat pelatih timnas Indonesia selama satu setengah tahun.

Menarik mencermati kinerja PSSI dalam kasus ini. Harapan dan target berat yang dibebankan oleh PSSI ternyata tak didukung dengan modal besar. Sekali lagi PSSI memberikan contoh buruk bagi klub sepakbola yang menjadi binaannya.

Maka tak usah pura-pura kaget ketika kita mendengar berita pemain/pelatih/wasit telat digaji karena PSSI pun mencontohkan begitu. Kita tak mungkin lupa jika ada 4 klub sepakbola Indonesia pernah dilaporkan ke FIFA karena menunggak gaji pemain. Bahkan ada pemain asing yang tidak bisa pulang karena gajinya tak kunjung dibayarkan.

PSSI sebagai payung sepakbola Indonesia pun menunjukkan contohnya dengan menunggak gaji Milla. Dosa PSSI tak sampai disitu, soal penegakan aturan kompetisi dan juga transparansi dalam mengelola uang sanksi dari klub pun masih bisa diperdebatkan, selebihnya mereka juga yang mempresentasikan kontrak jangka pendek bagi pelatih.

Pendeknya durasi kontrak yang terjadi akibat minimnya dana membuat klub seringkali harus terus melakukan seleksi mencari pemain dari nol. Bahkan lebih kejam lagi dialami oleh para pelatih. Mereka kerap diberi waktu singkat, padahal dalam melatih butuh proses panjang.

Target juara, kontrak jangka pendek, dan kemungkinan gaji yang terhambat. Akibatnya sering kita melihat sebuah klub yang di satu musim kompetisi berganti pelatih lebih dari sekali. Pelatih yang ditendang dari klub jadi bagian dari berita sepakbola tanah air.

Bagi saya, Agak berat ketika berbicara profesionalitas klub bola di Indonesia, karena PSSI sendiri pun belum bisa jadi figur yang baik. Liga dikelola dengan kurang professional di Indonesia. Ini terlihat dengan minimnya sponsor dari sebuah klub. Belum lagi minat menonton bola di stadion juga tak selalu sesuai harapan. Dengan begitu, neraca keuangan klub pun bisa terancam. Jadi klub tak sepenuhnya salah, karena budaya itu malah seperti dipropagandakan oleh PSSI.

Sektor pembinaan jangka panjang yang menjadi kekuatan membentuk timnas yang kuat jadi sebuah impian. Dulu di awal kabinet Edi Rahmayadi, mereka sempat membuat program terobosan yang boleh membawa mimpi baru untuk Indonesia juara.

Pembinaan berjenjang dan terarah sempat digembor-gemborkan. Pelatih asing pun menjadi bagian dari rencana pembinaan itu. Sosok Pelatih asal Spanyol itupun kemudian menjadi andalan dan mampu membawa warna baru dari permainan timnas kita. Harapan publik pun mencuat dan seolah mimpi itu kian cepat terwujud.

Namun Luis Milla yang sempat didamba menjadi bagian dari program jangka panjang PSSI pun kini pergi. Bima sakti pun ketiban sampur untuk meneruskan apa yang pernah dibangun Milla yang dikenal dekat dengan para pemain muda itu. Tentu tak bisa terlalu menaruh harapan begitu besar padanya. Publik pun menunggu kiprah Bima yang menjadi buah hasil keputusan PSSI.

Perjalanan panjang bola Indonesia masih harus dilalui. Mimpi untuk berprestasi di level terendah Asia tenggara pun sedikit berat. Dan “Indonesia pasti lolos Piala Dunia” pun bagi saya menjadi mimpi di siang bolong. Ini menanggapi mereka yang mengatakan demikian karena sedang menghibur dirinya sendiri dari kejenuhan gagal demi gagal Timnas kita.

Dari kondisi inilah, saatnya ada revolusi besar dari PSSI. Semoga tidak perlu lagi ada pembekuan kegiatan atau kepengurusan agar bisa mendapat wajah dan tenaga baru untuk memajukan sepakbola nasional.

Mereka yang kini sebagai pengendali sepak bola nasional pun perlu introspeksi apa yang salah selama ini. Jangan terbuai oleh kekuasaan. Harapan besar dan mimpi rakyat ada pada mereka.

Atau Piala dunia hanya akan menjadi angan-angan selamanya

Bayu

Masyarakat Diajak Aktif Menginvestasikan Uangnya

Previous article

Pesawat Lion Air JT-610 Jatuh di Laut

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in News